KPK Minta Pemerintah dan BUMN Hati-hati dengan Investasi China

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar BUMN berhati-hati saat menerima investasi dari Tiongkok.

Sebab, berdasarkan kajian lembaga antirasuah itu, China atau Tiongkok belum memiliki regulasi atau instrumen yang memadai untuk menekan korupsi, sehingga sulit ciptakan good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik) yang tegas pada persaingan usaha.

"Pasti bapak-ibu di BUMN banyak kerja sama dengan China, saya ulang lagi, dengan China. Good corporate governance di China itu adalah salah satu yang asing bagi mereka," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, ditanyai awak media di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 9 Mei 2019.

Berdasarkan data Global Fraud Report 2018 diketahui bahwa negara paling banyak yang melakukan pembayaran tidak seharusnya adalah China, dan  akibatnya Indonesia juga kena karena banyak investasi China di sini.

“Makanya kita pas mereka melakukan investasi kita harus hati-hati. Karena kalau negara Eropa dan Amerika, kalau menyuap pejabat negara asing itu mereka bisa dihukum di negaranya, kalau kita dan China belum," katanya.

Karena itu, kata Laode, seharusnya pemerintah konsentrasi mengatasi masalah ini. Terutama soal regulasi. Apalagi beberapa kasus ditangani KPK berkaitan dengan dunia usaha, investasi dan lintas negara.

"Jadi kalau Eropa kalau menyuap public official mereka bisa kena, makanya hati-hati, negara-negara tak punya aturan ini, maka ketika mereka investasi kita harus hati-hati," kata Laode. 

"Mengapa saya perlu menjelaskan. Ini statistik, banyak benarnya menurut saya. Pasti bapak-ibu di BUMN banyak kerja sama dengan China, saya ulang lagi, dengan China. Good corporate governance di China itu adalah salah satu yang asing bagi mereka. Karena itu, mereka menempati tempat yang pertama fraud improper payment. Mereka invest banyak di sini," kata Laode.

Laode merincikan, bila ada investasi dari negara lainnya, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, atau Inggris maka ada pengawasan yang ketat dari pemberi investasi. Berbeda dengan China, karena buruknya tata kelola korporasi di negeri tirai bambu itu, Laode meminta BUMN harus berhati-hati.

"Kalau China yang investasi di sini, Anda harus sangat berhati-hati. Keamanan mereka enggak seketat perusahaan dari Eropa Barat atau Amerika Serikat. Dan mereka (China) invest banyak di sini (Indonesia).” (mus)