Walhi Sebut Proyek OBOR RI-China Tambah Rusak Lingkungan
- VIVA.co.id/Agus rahmat
VIVA – Wahan Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi, menilai kerja sama Indonesia dalam pembiayaan pembangunan ekonomi dengan China dalam One Belt One Road Initiative atau OBOR, dinilai, justru merusak lingkungan hidup.
Meskipun, dalam pernyataannya, Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan menyebutkan, di antara syarat yang diajukan untuk OBOR ialah ramah terhadap lingkungan. Namun, bagi Walhi, keinginan itu tidak dalam realisasinya.
Yuyun Harmono, manajer Kampanye Keadilan Iklim Walhi dalam keterangan pers di kantornya, mengatakan bahwa proyek-proyek dalam OBOR ini tidak ada kaitannya dalam pengurangan emisi. Dia mengutip ilmuan yang mengatakan, pada 2050, harusnya kandungan batu bara dalam setiap proyek sudah hanya tujuh persen saja.
Namun, justru banyak proyek yang dibiayai dalam skema OBOR ini, menggunakan batu bara yakni tambang dan PLTU.
"Sebelum OBOR itu pemerintah China, membuat laporan pelaksanaan. Di dokumen itu disebutkan sektor listrik masih memiliki porsi terbesar dan proyek listrik PLTU batu bara pada 2018 hampir 42 persen," jelas Yuyun, di Kantor Walhi, Jalan Tegal Parang Nomor 14, Mampang, Jakarta, Senin 29 April 2019.
Lanjut dia, bank-bank China juga berada di urutan ketiga besar dalam pembiayaan proyek-proyek batu bara. Maka, ia sangsi, 28 proyek yang ditawarkan Indonesia dalam OBOR ini akan ramah lingkungan.
Sebab, Walhi melihat indikasi, kalau yang sudah dilaksanakan tersebut tidak berdampak pada ramah lingkungan. Sejak 2015-2017, lanjut Yuyun, sudah diberi peringatan agar bank dan perusahaan China memperhatikan dampak itu. Namun tidak juga diindahkan.
"Persoalannya enggak hanya di China, yang tidak peka terhadap perubahan iklim, tetapi pemerintah kita juga enggak peka terhadap itu. Dari 28 proyek yang diusulkan Indonesia untuk dibiayai skema OBOR, masih ada tiga pembangkit listrik bertenaga batu bara," jelasnya.
Seperti pembangkit listrik PLTU Celukan Bawang di Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali. PLTU Mulut Tambang di Sumatera Selatan, yang menurut Walhi justru tidak berpengaruh pada emisi. Dan, itu ditawarkan oleh pemerintah Indonesia sendiri.
"Artinya, Pemerintah Indonesia juga tidak punya sensitifitas pada lingkungan hidup dan perubahan iklim," katanya.