Garuda Klaim Kinerja Keuangan di Era Jokowi Terus Membaik
- ANTARA Foto/Muhammad Iqbal
VIVA – Komisaris Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Agus Santoso meluruskan adanya anggapan pihak tertentu yang menyatakan bahwa perusahaan maskapai milik Badan Usaha Milik Negara atau BUMN itu terus mengalami kerugian.
Sebab, faktanya di era pemerintahan Joko Widodo, kondisi keuangan perusahaan justru terus membaik.
Agus mengungkapkan, kinerja keuangan perusahaan 2014, waktu pergantian pemerintahan memang tidak begitu bagus. Meskipun, perseroan terus melakukan upaya perbaikan.
"Dalam RUPS 2015, untuk kinerja operasi dan keuangan 2014, Garuda mewarisi kinerja keuangan dari era pemerintahan yang lalu yang mencatat kerugian sebesar US$371.4 juta," ujar Agus dalam keterangan tertulisnya, Rabu 24 April 2019.
Kondisi itu, diakui Agus, mulai diperbaiki. Terutama, setelah direksi di bawah pimpinan Direktur Utama Garuda Indonesia, Arif Wibowo bekerja. Dengan mulai terlihat adanya perbaikan. Di mana, pada 2015, Garuda tercatat untung US$76,48 juta dan pada 2016 US$9,4 juta.
Sayangnya, lanjut Agus, pada masa direksi dengan Dirut Pahala Mansyuri, tercatat Garuda merugi US$213.4 juta pada 2017, karena Garuda menyelesaikan masalah masa lalunya dengan membayar tax amnesty, dan denda pengadilan Australia US$145,8 juta, sehingga rugi riilnya mencapai US$67,6 juta.
Setelah itu, Agus mengakui, pimpinan perusahaan yang baru dilantik oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno pada 2018, yakni Dirut Ari Askara dan Komisaris Utama Agus Santoso, mewarisi pekerjaan besar untuk menyelesaikan beban kerugian di tiga triwulan 2018 hingga US$110 juta.
"Namun, dalam tiga bulan berjalan kami memimpin Garuda mencatat untung US$115,250 juta. Sehingga, selama 2018, pun masih ada keuntungan US$5, 018 juta. Dan, dalam 2019, di kuartal I saja sudah untung US$19,738 juta," kata Agus.
Dengan kata lain, dalam masa kepemimpinan Presiden Jokowi, justru kinerja keuangan Garuda Indonesia menunjukkan tanda membaik. Hanya pada 2017, Garuda merugi menanggung beban masa lalu dengan pembayaran tax amnesty beberapa tahun sebelumnya, di mana hal itu pun diselingi oleh catatan keuntungan.
Hal itu akibat perubahan environment bisnis yang baik, karena persaingan yang semakin ketat, naiknya harga bahan bakar, dan exchange rate, sehingga ada fluktuasi untung dan rugi. Dengan kinerja operasional yang terus meningkat baik dan revenue di 2018, mencapai US$4,373 miliar, Agus memastikan bahwa hal itu merupakan yang tertinggi selama 16 tahun terakhir.
"Saya melihat Garuda ke depannya akan lebih untung lagi dengan terus meningkatkan efisiensi serta pengembangan bisnis-bisnis multiplier effect dan peningkatan bisnis non-angkutan penumpang. Seperti marchandise peralatan-peralatan, service onboard, pengembangan cargo bersama BUMN lainnya," kata Agus.
"Selain juga pengembangan maintance (GMF), efektifitas penggunaan pesawat, efektivitas rute-rute, penambahan rute potensial domestik, dan lain-lain," ujarnya. (asp)