Mengenal Franchise Pasif di Sistem Bisnis Waralaba

Ilustrasi Franchise.
Sumber :
  • Halomoney.

VIVA – Pola usaha waralaba di Indonesia terus berkembang saat ini. Selain sistem franchise murni yang lazim berkembang saat ini, ada pula sistem franchise pasif yang mulai populer. 

Salah satu penggagas dan pelaku ide franchise pasif, Tommy Andri Wardhana mengatakan, franchise sebetulnya adalah sebuah sistem freedom dalam hal mengolah usaha apapun di mana pada dasarnya pemilik waralaba atau franchisor akan memberikan ‘know how bisnis’ kepada pelaku usaha waralaba atau franchisee.

Namun seiring berjalannya waktu, beberapa perusahaan yang ingin mengembangkan jaringannya menjadi lebih banyak. Mereka memang memerlukan sistem yang berbeda dari jenis franchise murni, yang disebut franchise pasif. 

"Para pengusaha perlu untuk mempertahankan rantai keberhasilan usahanya dengan tetap mengontrol dan memegang kendali tanpa harus menghilangkan essensi dari bentuk franchise murni tersebut," ujar Tommy dikutip dari keterangan resminya, Jumat 15 Maret 2019. 

"Karena itu saya mencoba mengaplikasikan beberapa ide yang saya ajukan kepada pihak management Alfamart di tahun 2001," tambahnya. 

Dia menjelaskan, ide tersebut dikeluarkan dan aplikasikan pada saat dia masih menjabat sebagai manager franchise Alfamart, tentunya dengan persetujuan dan analisa dari management. Dan sampai saat ini franchise Pasif ini masih digunakan oleh Alfamart, sebagai salah satu perusahaan pertama dengan sistem tersebut dan diterapkan juga oleh beberapa perusahaan yang pernah melakukan sesi konsultasi franchise dan jaringan dengan saya.

"Banyak para ahli dibidang franchise sebelum saya, yang mengatakan bahwa franchise pasif ini dianggap tidak teoritikal dan tidak lazim. Berbagai tolakan terhadap ide yang saya cetuskan ini tidak membuat saya mundur," tambahnya.  

Dia menjelaskan, franchise pasif pada inti dasarnya mewajibkan franchisor mencari investor yang siap dan rela mengikuti setiap aturan yang kita terapkan. Meskipun 100 persen dana awal dari investor tapi mereka hanya bisa mendapatkan laporan keuangan tiap bulan atau secara gradual untuk melihat keuntungan yang mereka dapatkan.

Di satu sisi sangat menguntungkan para franchisee, karena tanpa perlu repot-repot mengurus management dan operasional serta keuangan. Sama seperti hal nya anda menanam saham di suatu perusahaan di mana ada banyak pihak yang ahli dibidangnya menjalankan perusahaan anda ini, namun anda tetap memiliki sepenuhnya bisnis tersebut. 

Model franchise pasif seperti inilah menurutnya yang dibutuhkan oleh banyak para peminat franchise untuk memiliki bisnis tanpa harus menggangu aktifitas investor. Namun, anggapan seperti itulah yang  membuat franchise pasif dimaknai bukan bagian dari franchise murni atau franchise sebenarnya.

"Di mana franchise murni memang membutuhkan keterlibatan para franchise untuk terjun langsung dalam bisnis atau usaha yang akan digelutinya," tambahnya. 

Dia menilai, pengembangan jaringan dengan model franchise pasif bisa menduplikasi 10 kali lebih cepat dengan meminimalisasikan resiko bubble economy, karena percepatan pengembangan yang terlalu ekstrem. 

"Kunci dari franchise pasif ini ada pada  target jaringan dan keseragaman atau kesamaan yang diterapkan sehingga bisnis bisa dijalankan dengan sedikit risiko," tambahnya.