RI Galang Kerja Sama Lawan Diskriminasi Standarisiasi Biofuel Eropa
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA – Pemerintah Indonesia pada Kamis besok, 28 Februari 2019, bakal menjadi tuan rumah pertemuan tahunan dewan negara-negara penghasil minyak kelapa sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC di Hotel Mulia, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Pemerintah Indonesia bakal mendorong negara-negara produsen minyak kelapa sawit untuk melawan diskriminasi Eropa, dalam membuat standarisasi bahan bakar minyak nabati atau biofuel.
Direktur Eksekutif CPOPC, Mahendra Siregar menyatakan, upaya standarisasi yang dilakukan Eropa, terhadap bahan bakar minyak nabati selama ini sangat diskriminatif terhadap minyak kelapa sawit. Lantaran, kebijakan tersebut tidak berdasarkan kajian ilmiah yang diakui secara internasional.
"Kita lihat di dalam draf itu betul-betul diskriminatif dan menyulitkan dan mengeluarkan sawit dari pemenuhan biofuel di Eropa, berdasarkan satu metodologi yang sama sekali tidak scientific dan diakui secara internasional," katanya, saat ditemui usai rapat koordinasi CPOPC di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa 26 Februari 2019.
Dia, bahkan menegaskan, keputusan yang bakal diambil oleh otoritas negara-negara Eropa tersebut sangat politis. Karenanya, ia menekankan forum CPOPC itu nantinya bakal menentang kebijakan tersebut dengan menghasilkan pernyataan bersama atau joint statement sebagai sikap tegas terhadap draf standarisasi biofuel tersebut.
"Semata-mata, keputusan politik Eropa yang tentu harus direspons dengan baik, karena risikonya tentu besar bagi negara-negara produsen sawit. Ada pernyataan bersama mengenai keseluruhan, termasuk untuk RED II (European Union’s Renewable Energy Directive II) dan delegated act-nya itu," tegasnya.
Dia pun optimistis, dengan adanya joint statement melalui pertemuan tersebut, suara penentangan Indonesia terhadap kebijakan Eropa itu akan bisa memiliki dampak, ketimbang melakukan kampanye perlawanan secara individu. Sebab ditegaskannya, Malaysia, Indonesia, dan Kolombia yang merupakan anggota CPOPC menguasai 90 persen produksi sawit dunia.
"Kita bisa lihat, posisi-posisi yang ada tidak bisa menerima perlakuan seperti itu dan kita akan mengupayakan dan ambil langkah yang diperlukan untuk menetralisir diperlakukannya kebijakan yang sama sekali tidak berdasar," ungkapnya.