PLN Pastikan Pasokan Listrik, Asosiasi Dorong Sertifikasi Gedung
- VIVAnews/ Muhamad Solihin
VIVA – Pemeliharaan gedung dan pasokan listrik adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling mendukung agar setiap gedung laik fungsi. Karena itu profesi pemeliharaan gedung perlu sertifikasi, sedangkan daya dukung listrik harus terus ditingkatkan agar pasokan listrik melimpah.
Kedua isu tersebut menjadi topik pembahasan yang hangat pada gelaran Building Engineering Association (BEA) Expo 2019 di Menara 165, Jakarta, 8-9 Februari 2019.
"Karena itu, kami mendukung sertifikasi profesi pemeliharaan gedung," ujar Komisaris PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Defy Indiyanto Budiarto dikutip dari keterangan resminya, Sabtu 9 Februari 2019.
Defy mengungkapkan, selama ini PLN telah mendukung penuh pemeliharaan gedung. Dukungan yang diberikan dalam bentuk memenuhi pasokan listrik.
"Alhamdulillah dari sejak 2015 hingga saat ini tidak ada kenaikan tarif listrik. Akses mendapatkan listrik sekarang juga jauh lebih mudah," ungkapnya.
Menurut dia, daya dukung tersebut tidak lepas dari program PT PLN. Antara lain, penambahan pembangkit dari 2015-2018 sebesar 10.092 MW. Transmisi penambahan dari 2015-2018, sebesar 14.475 KMS.
Penambahan gardu induk dari 2015-2018 sebesar 56.653 MVA. Tambahan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) 2017 sebesar 408 MW. "Lalu rencana beroperasi EBT ditahun 2019 dengan total kapasitas 7366 MW. Total power plant sebesar 328,49 MW," katanya.
Defy menegaskan, saat ini ada sinergi yang baik antara kalangan profesi pemelihara gedung dengan PLN sebagai penanggung jawab energi listrik di Indonesia. PLN akan terus memberikan pelayanan terbaiknya kepada pelanggan/pengelola gedung.
“Tapi tentu juga harus diiringi dengan green energy sehingga pada akhirnya akan bermanfaat bukan hanya bagi pengelola gedung namun juga untuk banyak pihak. Lalu perihal sertifikasi keselamatan bangunan, hal ini haruslah benar-benar di utamakan dan pengelola bangunan umum dll, haruslah menerapkan system manajemen keselamatan bangunan," tegasnya.
Sementara itu, Asosiasi Profesi Pemeliharaan Gedung atau BEA pun mendorong adanya sertifikasi bangunan gedung laik fungsi yang disahkan dalam satu payung hukum kementerian atau lembaga terkait.
Ketua Umum BEA Mardi Utomo mengatakan, selama ini profesi pemelihara gedung atau bangunan belum banyak diperhatikan pemerintah. Sedangkan risiko yang ditanggung profesi ini cukup besar ketika terjadi kecelakaan kerja atau bangunan pascakontruksi.
“Begitu ada kejadian yang terkait dengan dengan kecelakaan kerja di sebuah gedung. Maka orang yang paling selalu bertanggung jawab adalah kepala teknisi gedung atau manajer pemeliharaan dan fasilitas gedung. Jadi diperlukan kompetensi yang legal di sini,” ujarnya.
Dia menambahkan selama ini, sertifikasi gedung, khususnya untuk bangunan yang dikelola asing harus melalui sertifikasi atau kompetensi internasional. Padahal, dengan anggota BEA sekitar 700 orang, sudah mampu atau memiliki kualifikasi yang memadai. Yang dibutuhkan saat ini adalah legalitas mengenai profesi pemelihara gedung.
Sebagai informasi, data dari Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta menyebutkan bahwa gedung layak fungsi di Indonesia hanya mencapai 70 persen dari total yang ada.
“Kami harapkan dengan expo ini, profesi pemelihara gedung bisa saling bertukar pikiran dan lebih akrab di masyarakat,” ungkapnya.