Tak Lakukan Ini Lima Tahun ke Depan, Ekonomi RI Bisa di Bawah 5 Persen

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro
Sumber :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya

VIVA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam lima tahun mendatang bakal tumbuh di bawah lima persen.

Dia menjelaskan, itu bisa terjadi bilamana Indonesia tidak mengubah struktur ekspornya dari yang ditopang oleh barang-barang komoditas menjadi barang-barang manufaktur. Sebab, dari tahun ke tahunnya, sektor komoditas tidak memberikan nilai tambah bagi nilai ekspor suatu negara.

"Saat kita coba proyeksi untuk lima tahun ke depan, jika kita tidak melakukan apa pun, itu ada bahaya bahwa ekonomi kita lower than lima persen. Itu akan sulit untuk reduce property dan unemployment," tutur Bambang di kantornya, Jakarta, Jumat, 8 Februari 2019.

Dia mengatakan, hingga saat ini, tiga barang ekspor utama yang mendominasi barang ekspor Indonesia adalah barang-barang komoditas mentah, yaitu batu bara dengan kontribusi sebesar 13,3 persen, lemak dan minyak nabati 10,7 persen, serta gas alam yang sebesar 5,6 persen.

Sementara itu, barang-barang non-komoditas atau yang berasal dari sektor manufaktur dikatakannya hanya baju atau produk tekstil dan garmen dengan kontribusinya hanya sebesar 4,9 persen. Pertumbuhan industri manufaktur juga masih jauh di bawah pertumbuhan ekonomi, yakni 4,33 persen dari 5,17 persen.

"Jika lebih rendah dari itu, menandakan engine pertumbuhan tidak datang dari situ. Terbesar kontributor ya, padahal dari barang manufaktur, kedua dari pertanian, dan tambang," ujar dia.

Karenanya dia menegaskan, dalam lima tahun mendatang pemerintah akan mendorong sektor manufaktur dengan cara memfokuskan produknya menjadi bagian dari global value chain. Seperti, di sektor makanan dan minuman, otomotif, hingga produk elektronik yang punya brand global.

"Kalau manufakturnya lebih kuat dorong pertumbuhan ekonomi, maka kita harus mengarah pada produk yang nilai tambahnya tinggi. Itu baru kita bisa eksis di global value chain," tutur dia. (art)