Budidaya Ikan Lewat KJA Dinilai Bisa Penuhi Konsumsi Nasional

Keramba Jaring Apung Offshore di Pangandaran, Jawa Barat.
Sumber :
  • instagram @kkpgoid

VIVA – Teknologi budidaya ikan air tawar terus berkembang pesat, salah satunya adalah teknologi Keramba Jaring Apung (KJA) yang banyak dilakukan di perairan umum seperti sungai, danau, waduk dan situ. Pengembangan teknologi KJA telah terbukti berperan dalam peningkatan produksi ikan secara nasional.

Budidaya ikan air tawar dengan KJA yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, dinilai sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan nasional yang diprediksi mencapai 40 kilogram ikan per kapita per tahun. 

Dikutip dari Data Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jumlah produksi ikan sejak 2015 masih didominasi oleh perikanan air tawar yang mencapai angka 69 persen, sementara budidaya air payau 30 persen yang terdiri dari udang, ikan dan rumput laut, sedangkan untuk budidaya laut hanya 1 persen. 

Pada tahun 2016, produksi perikanan budidaya mencapai 13,2 juta ton atau naik 6.9 persen dibanding 2015 yang mencapai 11.5 juta ton. Dan hingga kini jumlahnya terus mengalami kenaikan.

Besarnya produksi ikan air tawar yang didominasi oleh jenis ikan lele, mas, nila, dan patin ini membuktikan bahwa budidaya ikan air tawar, terutama melalui KJA, merupakan ujung tombak bagi pemenuhan kebutuhan protein hewani yang terjangkau bagi masyarakat. 

Selain untuk memenuhi kebutuhan akan sumber protein hewani yang terjangkau, KJA memiliki dampak ekonomi yang besar bagi masyarakat. Karena merupakan mata pencaharian utama bagi penduduk di sekitar perairan umum dengan KJA. 

Lebih jauh, adanya teknologi KJA memberikan efek multiplier terhadap penyerapan tenaga kerja baik langsung maupun tidak langsung, dari hulu ke hilir, seperti mereka yang bekerja untuk pembenihan, pakan ikan, buruh bongkar muat, buruh transportasi, tenaga panen, hingga pemilik warung makan.

Dekan Fakultas Perikanan Universitas Padjadjaran Yudi Nurul Ihsan mengingatkan, pada 2030 jumlah penduduk dunia mencapai 9 miliar penduduk. Untuk itu diperlukan asupan protein yang besar.  Dengan luas daratan yang semakin sempit, maka sumber protein dari daratan akan semakin terbatas.

Budidaya perikanan pun menjadi sektor yang bisa diandalkan untuk memenuhi sumber protein, serta menjadi lahan pekerjaan bagi penduduk produktif yang menjadi bonus demografi Indonesia pada 2030 tersebut. 

"Dengan demikian, protein dari ikan menjadi sumber protein yang sangat diandalkan di masa yang akan datang," ujar Yudi dikutip dari keterangannya, Rabu 28 November 2018. 

Saat ini, sejumlah pemerintah daerah tengah mengkaji pengurangan KJA di waduk dan danau di
wilayahnya karena KJA dianggap sebagai penyebab utama pencemaran air. Padahal dari hasil riset yang dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan (Pusriskan) KKP menyatakan, sumber pencemaran dari budidaya perikanan relatif rendah jika dibandingkan dengan sumber lainnya dari limbah lndustri dan limbah domestik.

Sementara itu perwakilan Pusriskan Krismono menambahkan, perkembangan KJA harus diimbangi dengan perhitungan kemampuan daya dukung perairan. KJA memerlukan lingkungan perairan yang bersih agar ikan dapat tumbuh secara optimal, dan mulai sekarang KJA harus menyesuaikan dengan daya dukung perairan serta menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. 

"Contohnya, dengan penebaran ikan di perairan umum dengan jenis ikan yang dapat memanfaatkan fitoplankton dan tumbuhan air dapat mengurangi kesuburan perairan,” tambahnya. 

KJA di perairan umum juga seharusnya ditata dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi masyarakat
dan lingkungan. Untuk itu, perlu adanya program pembinaan, sehingga dapat memberikan manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat.