Sengketa Hukum BUMN Panas Bumi ini Bisa Rugikan Negara Triliunan
- ANTARA FOTO/Anis Efizudin
VIVA – Berlarut-larutnya kasus sengketa hukum antara PT Geo Dipa Energi dan PT Bumigas Energi terkait dengan kontrak pengembangan PTLP Dieng dan Patuha, dinilai memberikan preseden buruk bagi pengembangan panas bumi dan menghambat program penyediaan listrik nasional.
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan pembatalan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) terkait kasus tersebut tidak tepat dan berpotensi merugikan negara.
Menurutnya, Bumigas tak memiliki hak untuk meminta ganti rugi atau melanjutkan kontrak dengan Geo Dipa karena telah terbukti gagal memenuhi ketentuan kontrak.
Dampak dibatalkannya Putusan BANI No.922/2017 adalah Bumigas meminta membayar ganti rugi sebesar Rp5 triliun sebagaimana gugatannya di PN Jakarta Selatan. Bumigas pun meminta Geo Dipa menyerahkan aset PLTP Patuha Unit 1 senilai Rp2,5 triliun kepada Bumigas.
"Padahal PLTP ini sudah dibangun sendiri oleh Geo Dipa melalui pinjaman dari BNI," kata Marwan, yang dikutip dari keterangan resminya Minggu 21 Oktober 2018.
Adapun Putusan BANI No.922/2017 pada 30 Mei 2018 menyatakan, Bumigas gagal menyediakan dana sesuai ketentuan Pasal 55 Kontrak dan menyatakan Kontrak dinyatakan berakhir terhitung 30 Mei 2018. Namun, Bumigas kemudian kembali mengajukan permohonan (ketiga) pembatalan Putusan BANI No.922/2017 kepada PN Jakarta Selatan pada 4 September 2018.
Lebih jauh, IRESS berpendapat bahwa oknum-oknum hakim pada lembaga-lembaga pengadilan yang menangani kasus ini harusnya bisa lebih bijak sesuai dengan fakta yang ada. Bukan justru terpengaruh dengan salah satu pihak.
"Dengan begitu, keputusan yang diambil justru memihak kepada yang salah dan yang gagal memenuhi kewajiban kontrak. Keputusan lembaga-lembaga pengadilan tersebut bukan saja telah menghambat proyek pembangunan kelistrikan nasional, tetapi juga berpotensi merugikan negara triliunan rupiah," tegasnya.
Oleh karena itu, Marwan mendesak agar pemerintah dan DPR turun tangan menyelesaikan kasus ini. Sebab, potensi kerugian negara jika Geo Dipa menyerahkan PLTP Patuha Unit 1 kepada Bumigas mencapai Rp 2,4 triliun.
Salah satu upaya kriminalisasi Bumigas terhadap Geo Dipa adalah terkait perizinan hak pengusahaan SDA panas bumi rezim lama yang dianggap tidak sah dan illegal.
Padahal menurut aturan yang berlaku, izin pengelolaan pengusahaan panas bumi rezim lama berupa kuasa pengusahaan jelas diakui oleh hukum Indonesia, seperti yang dijalankan oleh Pertamina Geothermal Energi (PGE) dalam mengelola 14 wilayah kerja PLTP.
Jika kriminalisasi tanpa dasar dibiarkan, dan dikuatkan pula oleh putusan pengadilan (MA), maka seluruh Dewan Direksi, Dewan Komisaris, serta pemegang saham Geo Dipa dan PGE pun dapat dilaporkan pidana oleh pihak lain yang bermaksud merebut dan mengambil wilayah pengusahaan panas bumi di luar ketentuan peraturan yang berlaku.
Namun, yang jauh lebih penting adalah hal ini tentu akan menjadi preseden buruk yang akan menghambat program penyediaan listrik di Indonesia. (ren)