Kunci Majunya Sumber Daya Manusia RI, Investasi Pendidikan
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA – World Bank telah merilis indeks modal manusia atau human capital index (HCI). Dalam indeks itu Indonesia hanya sebesar 0,53 dari skala satu.
Ini menyebabkan Indonesia ada di peringkat 87 dari 187 negara, atau tertinggal dari Singapura di peringkat 1, Vietnam 48, Malaysia 55, dan Thailand 65.
Ekonom senior Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Fauziah Zen, menjelaskan, dari tiga indikator indeks yang mencakup tingkat pendapatan, kesehatan, dan pendidikan manusia tersebut membuat Indonesia terbelakang, terlebih tidak fokusnya pemerintah investasi di pendidikan.
"Indonesia itu kita tahu punya problem di education level. Kalau lihat semua indikator yang ada, misalnya tingkat literasi, lihat saja kenapa hoaks sangat merajalela, karena tingkat education dalam artian kualitas jelek," kata Fauziah saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat 19 Oktober 2018.
Dia menjelaskan, hal itu menjadi penyebab lantaran dua indikator lainnya di Indonesia berjalan lurus sesuai dengan arah tujuannya. Seperti tingkat pendapatan masyarakat yang dikatakannya terus meningkat, akibat tingkat upah yang ditentukan pemerintah dipastikan selalu naik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, terkait tingkat kesehatan, juga terus menjadi perhatian pemerintah melalui berbagai program kebijakan kesehatannya, seperti misalnya melalui BPJS Kesehatan. Meskipun saat ini masih terkendala akibat sistem manajemennya yang belum stabil, sehingga masih mengalami defisit.
"Menurut saya sih, saya enggak khawatir BPJS Kesehatan ini defisit. Karena itu momentum orang melihat, oh kita enggak bisa kayak gini terus karena enggak sustain, harus dibenerin. Itu jadi momentum menurut saya, karena kita itu di-set di undang-undang yah bahwa itu wajib. Jadi nanti kita pasti ada arah perbaikan on the right track," ungkapnya.
Namun begitu, dikatakannya, untuk pendidikan di Indonesia belum ada perhatian khusus dari pemerintah yang mengarahkannya sebagai investasi pemerintah terhadap rakyatnya.
Misalkan, katanya program pendidikan gratis bagi masyarakat miskin tersebut tidak didukung oleh suplemen pendidikan lainnya yang mendorong masyarakat untuk menyekolahkan anaknya.
"Saya pernah usul dulu untuk satu hari di sekolah itu diberikan makanan gratis yang bergizi. Itu kan selain mendidik anak juga menyehatkannya, dan membuat orang tuanya tidak lagi harus memikirkan bagaimana ongkos anak dan makannya saat di sekolah," tuturnya.
"Education sampai sekarang saya belum nemu menteri, sejak SBY itu menterinya enggak punya visi yah. Lihat saja radikalisme jadi problem bisa berkembang pesat ya, karena visi pendidikan kita itu beban yang besar segala macam bagi anak sekolah," ujarnya.
Karena itu, dia menegaskan, bila pendidikan tersebut didorong terus oleh pemerintah dengan berbagai kebijakan yang mendorong masyarakatnya untuk menyekolahkan anaknya, maka selain HCI Indonesia meningkat, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus terbawa.
"Kayak di China mereka sampai kriminalkan kalau orangtuanya enggak mau kirim anaknya di usia wajib sekolah. Misalnya enam atau sembilan tahun pertama. Jadi mereka investasi di situ dan sekarang dia menikmati hasilnya," ujarnya.