Posisi Bos di Australia Masih Didominasi Warga Kulit Putih

Mayoritas direktur dan anggota pimpinan perusahaan di Australia berasal dari latar belakang keturunan Inggris.
Sumber :
  • abc

Meski dikenal sebagai negara yang multikultural, namun kesetaraan gender dan budaya dalam hal menempati posisi penting di perusahaan masih menjadi isu yang terus disoroti di Australia.

Satu dekade terakhir, ada desakan kuat untuk meningkatkan representasi perempuan di pucuk pimpinan berbagai institusi di Australia.

Hampir 30 persen dari direktur di perusahaan-perusahaan top-200 yang ada saat ini adalah perempuan dan, untuk pertama kalinya, separuh dari semua penunjukan direktur baru adalah perempuan.

Tren sedang berputar haluan.

Tetapi sementara keragaman gender telah menarik perhatian perusahaan, keragaman budaya tampaknya masih jauh dari sorotan.

"Siapa pun yang terdengar berbeda, berperilaku berbeda, atau memiliki pandangan yang agak berbeda - yang merupakan inti dari keragaman dan kekuatan keragaman - itu bisa sedikit sulit untuk diterima," kata ketua Asian Australian Foundation, Cheri Ong.

Data statistik menguatkan pendapat Cheri Ong. Dalam beberapa dekade terakhir, Australia telah menjadi negara yang sangat berbeda.

Hanya 58 persen penduduk Australia yang memiliki akar atau keturunan darah warga Inggris; sementara 18 persennya adalah orang Eropa; 21 persen non-Eropa; dan 3 persen penduduk Australia adalah warga Pribumi.

Sebaliknya, di perusahaan besar, tiga perempat CEO berasal dari keturunan Inggris dan 18 persen dari Eropa, yang berarti total 93 persen dari mereka adalah warga kulit putih.

Sedangkan di struktur pimpinan perusahaan, 70 persen direktur diketahui berasal dari keturunan warga Inggris.

Detil rincian dari 30 persen lainnya tidak tersedia, tetapi mereka termasuk direktur dari negara-negara berkulit putih dan maju lainnya.

Tidak ada peluang bagi warga Aborijin jadi bos

Sementara bagi wanita berlatar etnis, penelitian ini menunjukkan kesempatan bagi mereka untuk menjadi pimpinan di perusahaan dua kali lebih sulit.

"Karena Anda harus beradaptasi dengan fakta bahwa Anda adalah seorang wanita, dan kemudian Anda juga muncul sebagai seseorang yang secara budaya dan etnis berbeda," jelas Kepala Pengelolaan Capital Funds AMP, Ming Long.

Laura Berry mengatakan keragaman budaya perlu menjadi prioritas anggota dewan.

ABC News: Grant Wignall

Ming Long memiliki pengalaman langsung soal betapa sulitnya bagi orang luar untuk menerobos masuk ke jabatan direktur yang sedikit banyak masih menjadi wilayah yang didominasi oleh pria berkulit putih.

Dan dia khawatir Australia harus menanggung konsekuensi mahal untuk itu.

"Tiga dari lima negara terpadat penduduknya ada di dekat Australia. Mereka adalah pelanggan, atau calon pelanggan masa depan Australia, dan saya pikir penting bagi para direktur untuk memahami bagaimana pendapat mereka."

Tetapi seberat apapun upaya yang dilakukan orang-orang seperti Ming Long dan Cheri Ong untuk menjadi direktur, ada satu kelompok penduduk di Australia yang benar-benar tertutup peluangnya untuk menduduki jabatan di pucuk pimpinan perusahaan, dan mereka adalah warga Pribumi Australia.

"Saya pikir kondisi ini kemungkinan berasal dari periode pengucilan Pribumi Australia oleh warga kulit putih Australia,"kata Laura Berry, yang merupakan CEO Supply Nation, sebuah perusahaan yang menghubungkan bisnis Pribumi dengan perusahaan besar.

Sebagai orang Pribumi yang berkecimpung di dunia bisnis, Laura Berry tidak ragu bahwa banyak orang Aborigin yang mampu menjadi direktur perusahaan.

"Saya pikir itu perlu menjadi fokus dari dewan direksi itu sendiri. Mereka harus mencari dan bertanya tentang keragaman itu ketika mereka merekrut direktur, dan itu harus menjadi komitmen mereka.”

"Jika mereka tidak mempersoalkan seputar keragaman itu lebih dahulu, maka mereka lagi-lagi hanya akan mendapatkan hasil yang sama."

"Mekanisme target dan kuota"

Dengan dewan direksi perusahaan yang sangat tidak mencerminkan masyarakat Australia, mau tidak mau masalah target, atau bahkan kuota, muncul dalam diskusi tentang bagaimana memperbaiki masalah ini.

"Target dan kuota sebenarnya akan memaksa dewan pimpinan perusahaan untuk benar-benar mengeksplorasi berbagai opsi atau kandidat, dan saya pikir hal itu sebagai mekanisme dan alat untuk mencapai perubahan, hal semacam itu akan memajukan upaya yang dilakukan," kata Cheri Ong.

Mekanisme target dan kuota seperti ini telah terbukti berhasil dalam meningkatkan persentase perempuan di dewan pimpinan perusahaan, tetapi seperti dalam perdebatan keragaman gender, ada satu masalah lain yang juga menjadi pusat keragaman budaya.

Dan itu bukan apa yang Anda ketahui tetapi siapa yang Anda kenal yang dapat menentukan prospek anda menjadi pimpinan perusahaan.

"Jika anda tidak menuntut ilmu di sekolah swasta itu dan anda tidak saling kenal di universitas, atau bermain di klub rugby yang sama, maka sangat sulit untuk memiliki jaringan yang mengenal anda sejak awal," keluh Laura Berry.

Jika perjuangan untuk meningkatkan jumlah perempuan dalam struktur pimpinan di perusahaan-perusahaan Australia saja sudah sangat lama dan panjang, menambahkan orang-orang dengan beragam latar budaya ke dalam struktur pimpinan perusahaan di Australia sudah terbukti akan menjadi upaya yang jauh lebih sulit.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.