Kementan Beberkan Alasan Kenaikan Harga Pakan Ternak
- VIVAnews/Fernando Randy
VIVA – Kementerian Perdagangan menetapkan aturan baru soal batas bawah dan batas atas dari harga telur dan ayam di tingkat peternak. Kebijakan ini mulai efektif berlaku sejak hari ini, Senin 1 Oktober 2018.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Sumarjo Gatot Irianto mengakui, harga pakan ternak, khususnya yang terbuat dari jagung, memang mengalami kenaikan.
Namun, dia menilai bahwa harga jagung dalam beberapa bulan terakhir yang rata-ratanya mencapai Rp3.300 per kilogram, sebenarnya masih terbilang wajar.
"Jadi, namanya alam dan bisnis enggak bisa juga rata sepanjang waktu. Saya kira, itu sudah hukum alam. Kalau yang bisa mengatur itu, mungkin di negara-negara yang terpusat dari atas sampai bawah," kata Gatot di kantornya, kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin 1 Oktober 2018.
Meski demikian, Gatot menjelaskan bahwa sebenarnya harga jagung yang tinggi itu secara spasial tidak merata.
Bahkan, menurutnya, di wilayah yang aksesibilitasnya kurang baik, harga jagung masih tetap rendah namun kurang mendapat perhatian.
"Jadi, menurut saya, kita harus lebih fair. Jangan sampai yang disuarakan soal yang melulu mengambil devisa (jagung impor). Tetapi, juga yang harus disoroti ini juga harus menjadi perhatian bersama," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita beralasan, kebijakan soal batas bawah dan batas atas dari harga telur dan ayam di tingkat peternak itu, bertujuan untuk menolong para peternak ayam yang mengalami kerugian secara terus-menerus selama beberapa bulan terakhir.
Hal itu, karena naiknya biaya produksi dan harga pakan ternak, termasuk yang berbahan dasar jagung, sedangkan harga jualnya ke pedagang anjlok.