ADB Prediksi Defisit Transaksi Berjalan RI 2,6 Persen pada 2018
- VIVAnews/Fernando Randy
VIVA – Bank Pembangunan Asia (ADB) mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi di Indonesia diperkirakan masih tetap kuat tahun ini dan tahun depan di tengah sejumlah hambatan global yang terjadi.
Kepala Perwakilan ADB di Indonesia Winfried Wicklein mengungkapkan, Asian Development Outlook (ADO) 2018 edisi pembaruan yang baru dirilis, menjabarkan alasannya.
“Fundamental perekonomian masih solid, dengan prospek pertumbuhan yang baik dan inflasi masih terkendali. Posisi fiskal masih terkelola dengan baik dan sejumlah langkah telah diambil guna menjaga stabilitas," ujar Winfried dikutip dari keterangan resminya, Rabu 26 September 2018.
Laporan itu mengungkapkan, walaupun pertumbuhan ekspor mungkin melambat dalam jangka pendek, permintaan domestik masih akan bertahan. Bahkan, jika kebijakan moneter digunakan untuk memitigasi tekanan eksternal dan mendorong stabilitas, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih kuat sebesar 5,2 persen pada tahun ini.
"Meningkat dari 5,1 persen pada 2017, dan pertumbuhan ekonomi ke depannya diperkirakan masih berlanjut pada 2019," tuturnya.
Pengeluaran rumah tangga diproyeksikan tumbuh dengan stabil. Naiknya pendapatan yang dibarengi dengan pertumbuhan lapangan kerja dan pengeluaran terkait pemilihan umum diyakini akan membantu mempertahankan konsumsi.
Pengeluaran rumah tangga juga akan terbantu oleh harga yang stabil, dengan prakiraan inflasi rata-rata sebesar 3,4 persen pada 2018 dan 3,5 persen pada 2019.
Investasi swasta akan diuntungkan dengan terus diperbaikinya lingkungan usaha, termasuk pembenahan infrastruktur, peningkatan logistik, dan penyederhanaan peraturan. Belanja pemerintah untuk infrastruktur diyakini masih akan bertahan pada tahun ini dan tahun depan, dengan beberapa proyek besar yang dijadwalkan akan selesai.
Dengan investasi yang lebih kuat dan pertumbuhan ekonomi yang mulai melaju, defisit transaksi berjalan diperkirakan akan melebar ke 2,6 persen dari produk domestik bruto (PDB) baik pada tahun ini maupun tahun depan.
Laporan ini mencatat bahwa di tengah ketidakpastian perekonomian global, termasuk ketegangan perdagangan internasional dan pengetatan moneter di Amerika Serikat, kebijakan efektif yang menyeimbangkan pertumbuhan dengan stabilitas sangatlah penting.
Kebijakan fiskal masih tetap dijalankan dengan hati-hati, dengan defisit anggaran yang rendah dan utang pemerintah sebesar 30 persen dari PDB.
“Indonesia perlu melanjutkan upayanya dengan mengambil langkah-langkah untuk mendorong prospek jangka menengah dan panjang bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menguntungkan semua penduduk Indonesia,” ungkapnya.
“Hal ini akan memerlukan investasi besar dan dipercepat untuk infrastruktur utama, perbaikan pendidikan dan keterampilan, serta reformasi ekonomi,” tuturnya.