Curhat Perajin Tahu Bergantung Impor Kedelai Amerika

Perajin tahu dan tempe di Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

VIVA – Perajin tahu di Kota Semarang, Jawa Tengah, mengaku usahanya kian sulit dengan menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah. Sebagai pembuat tahu yang bergantung dari kedelai impor dari Amerika Serikat nasibnya, kini kian terjepit.

Warseno, seorang perajin tahu yang beralamat di Jalan Tandang Raya, Jomblang Candisari itu mengeluhkan makin mahalnya harga kedelai saat ini. Ia bilang, harga kedelai terus mengalami kenaikan setiap harinya.

"Harga kedelai itu sudah naik bertahap. Setiap hari naiknya seribu rupiah. Dari awalnya, hanya Rp6.400 per kilogram. Kini jadi Rp7.500 per kilogram, " kata Warseno, Kamis 6 September 2018.

Menurut dia, harga kedelai impor saat pelemahan rupiah ini setara dengan Rp7,5 juta per ton. Kondisi itu sudah cukup genting, mengingat harga bahan baku tak sebanding dengan jumlah penjualannya di pasaran.

Terhadap kondisi itu, dia tak mampu berbuat banyak. Ia juga tak bisa mengganti bahan baku kedelai impor dengan kedelai lokal. Paling-paling, bisa mengurangi jumlah produksi agar usahanya tetap bertahan.

"Kalau kedelainya dikurangi, ya produk tahu jadi kurang baik. Jika harganya dinaikkan juga sulit. Apalagi persaingan antar perajin sangat tidak sehat. Mau enggak mau penghasilan kita jadi sangat mepet," jelasnya.

Untuk satu kali produksi tahu di tempatnya, Warseno membutuhkan satu ton sampai 1,5 ton kedelai. Jumlah itu mampu menghasilkan tahu terbaik yang distok di sejumlah pasar di kota lumpia. Ia menyebut bahwa di Jawa Tengah, jumlah penggemar tahu terbesar ada di Semarang.

Sebagai pengusaha yang bergantung dari bahan impor, ia berharap, kondisi perekonomian nasional bisa segera stabil. Pemerintah pun diminta segera memastikan kondisi usaha kecil, sepertinya dengan beberapa kebijakan yang tepat.