Rupiah Melemah, Produsen Tempe Menjerit
- ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
VIVA – Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, beberapa hari belakangan, mulai berdampak pada sektor bisnis. Salah satunya produsen tahu dan tempe di Kota Padang, Sumatera Barat. Hal itu, lantaran mahalnya harga kacang kedelai yang merupakan bahan baku dari impor, naik hingga 20 persen.
Walau demikian, beberapa produsen tahu dan tempe belum mau menaikkan harga jual di pasaran. Namun, alternatif yang diambil dengan mengurangi jumlah produksi.
“Saat ini, harga kedelai per karung dengan berat 50 kilogram naik sekitar 20 persen, dari sebelumnya Rp338 ribu, menjadi Rp380 ribu hingga Rp390 ribu. Kami tidak menaikkan harga jual tempe karena khawatir pelanggan lari,” kata Zainal Efendi, salah seorang produsen tempe di Kota Padang, Kamis 6 September 2018.
Zainal menjelaskan, selain mengurangi jumlah produksi, ia juga terpaksa harus merumahkan enam pekerja untuk mengurangi biaya pengeluaran. Hingga kini, hanya tersisa empat pekerja yang membantu dirinya mengembangkan usaha rintisan ini.
Agar kondisi ini tidak berlarut, Zainal berharap, pemerintah bisa menstabilkan kembali harga kacang kedelai yang kini merangkak naik lantaran melemahnya nilai tukar rupiah.
Terpisah, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumbar, Ramal Saleh menilai, adanya kenaikan harga kedelai impor saat ini wajar saja.
Hanya saja, ia mengajak seluruh pihak terkait berfikir solutif, dengan menjadikan momen tersebut untuk menerapkan kebijakan Industrialisasi substitusi impor (ISI). Yakni, kebijakan perdagangan yang mendukung penggantian barang impor asing dengan barang produksi dalam negeri.
"Ini harus jadi momen menumbuhkan semangat bertanam kedelai, selain untuk memenuhi kebutuhan juga bisa membuat kedelai lokal lebih kompetitif ke depan," ujarnya.