Kargo di Bandara Baru Semarang Lelet, Pengusaha Klaim Ekspor Terganggu
- VIVA.co.id/ Dwi Royanto (Semarang)
VIVA – Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia atau Asperindo Jawa Tengah, memprotes PT Angkasa Pura I, karena lamban membangun terminal kargo atau barang di bandara baru Ahmad Yani Semarang.
Mereka mengklaim rugi besar akibat keterlambatan pengiriman barang, baik ke dalam maupun luar negeri.
Ketua Asperindo Jawa Tengah, Tony Winarno menjelaskan bahwa kerugian pengguna jasa pengiriman barang di Bandara Ahmad Yani, berawal saat perpindahan bandara lama ke bandara baru yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 6 Juni 2018. Saat itu, Angkasa Pura I baru membangun terminal penumpang, sedangkan terminal kargo masih berada di bandara lama.
"Karena terminal kargo belum dibuat, kami diberikan solusi dengan shelter (penampungan barang sementara) di bandara baru. Sedangkan terminal kargo, masih berada di bandara yang lama," kata Tony di Semarang pada Selasa 4 Agustus 2018.
Jarak shelter kargo menuju terminal kargo yang cukup jauh pun, membuat arus pengiriman barang tersendat, alias kian lelet. Dari yang dijanjikan transit time barang masuk bisa 2,5 jam, namun kenyataannya memakan waktu hingga 4-5 jam. Imbasnya, sempat terjadi delay pengiriman barang atau backlog yang cukup banyak hingga seratus ton dalam sehari.
"Semua kargo delay hingga enam jam. Kita diteleponin ribuan costumer dan dikomplain ribuan costumer dari seluruh Indonesia. Pengiriman domestik dan luar negeri semuanya terhambat," katanya.
Para pengusaha lalu menyiasati dengan mengurangi jumlah kargo hingga 50 persen dengan mengalihkan separuhnya memakai jasa tracking. Namun, ternyata cara itu tidak cukup ampuh membuat arus pengiriman barang menjadi kian lancar.
"Dampaknya, waktu tempuh barang dari Semarang ke luar makin molor. Dari 26 ton menjadi 17 ton per hari. Sedianya besok pagi sampai Hong Kong, malah baru sampai Jakarta. Mayoritas pengusaha e-commerce ini yang komplain," ujar Tony.
Tony terus mendesak Angkasa Pura I selaku Badan Usaha Bandar Udara untuk mempercepat pembangunan terminal kargo di area bandara baru. Namun, dari yang dijanjikan terminal kargo bisa jadi pada September 2018, realisasinya justru molor hingga pertengahan tahun mendatang.
"Ini kan, jelas merugikan kami selaku pengguna jasa. Di Jateng, Asperindo sebagai perwakilan pengguna jasa punya 1.700 kantor layanan domestik dan internasional," katanya.
Desakan pembangunan terminal kargo, lanjut Tony, juga melihat sisi keamanan. Menurutnya, keberadaan shelter ke terminal kargo bandara lama yang cukup jauh sangat rawan terjadi tindak pidana penyelundupan barang berbahaya seperti narkoba dan lain-lain. Sebab, saat barang masuk ke shelter tidak lagi ada pemeriksaan x-ray.
"Ini juga sempat dikeluhkan teman-teman Bea Cukai. Lalu shelter juga kecil dan sangat tidak representatif," katanya.
Asperindo pun meminta Menteri Perhubungan dan Gubernur Jawa Tengah, membuat kebijakan tegas untuk percepatan pembangunan terminal kargo di Bandara Ahmad Yani. Tony menilai, masalah ini sangat berpengaruh dengan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, yang terus bergeliat.
"Hari ini, kita surati Menhub (Budi Karya Sumadi). Saya mohon, Menhub untuk merombak Angkasa Pura I. Mereka institusi bisnis, bukan pemerintah. Ini telah merugikan kami. Ekspor di Jateng per tahun Rp1,7 triliun ini terganggu. Kalau tidak, hidupkan terminal kargo yang lama dengan operator baru saja," ujarnya.