Industri Halal Digenjot Tekan Defisit Transaksi Berjalan
- VIVA.co.id/Dandi Randi
VIVA – Salah satu upaya perbaikan defisit transaksi berjalan, ekspor harus terus dapat ditingkatkan. Untuk itu, pemerintah bakal maksimal dalam pemanfaatan berbagai peluang yang ada salah satunya produk halal.
Menteri Perencanaan Pembangunan Naional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, berdasarkan data dari Halal Industry Development Corporation (2016), diperkirakan besaran pasar produk dan jasa halal mencapai US$2,3 triliun.
Produk dan jasa halal ini mencakup beberapa sektor di antaranya, yaitu makanan, bahan dan zat additive, kosmetik, makanan hewan, obat-obatan dan vaksin, keuangan syariah, farmasi dan logistik. Potensi produk halal terbesar meliputi sektor industri makanan, minuman dan turunannya, sektor industri farmasi, dan sektor industri kosmetika.
"Potensi produk dan jasa halal ini merupakan bagian dari penyusunan ekonomi halal," ujar Bambang dikutip dari keterangan resminya, Senin 30 Juli 2018.
Menurut Bambang, ekonomi halal merupakan sebuah arus perekonomian baru yang berpotensi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi global. Potensi tersebut dapat dilihat dari, pertama, semakin meningkatnnya pertumbuhan populasi muslim dunia yang diperkirakan akan mencapai 27,5 persen dari total populasi dunia pada 2030.
Kedua, meningkatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara muslim. Ketiga, munculnya pasar halal potensial seperti China dan India. Mengingat besarnya potensi ini, maka seluruh pihak baik pemerintah, pelaku bisnis, maupun masyarakat secara umum turut berupaya untuk menangkap potensi pasar ini.
Bambang menambahkan, jika melihat data dari Comtrade 2017, peran ekspor produk halal Indonesia mencapai 21 persen dari total ekspor secara keseluruhan.
Walaupun besaran peran tersebut masih relatif kecil, namun perkembangan ekspor produk halal Indonesia mengalami peningkatan sebesar 19 persen dari 2016. Di masa mendatang, peran ekspor produk halal ini harus ditingkatkan.
“Dalam hal ini, kita harus dapat meningkatkan ekspor produk dengan memaksimalkan pemanfaatan permintaan dari negara tujuan ekspor produk halal serta potensi ke negara anggota OKI seperti Mesir dan UAE,” ujar Bambang.
Terkait dengan arus perekonomian baru ini, menurut Bambang, Indonesia berpeluang menjadi pasar produk halal terbesar di dunia sekaligus menjadi produsen produk halal. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di posisi strategis bagi halal superhighway link dalam global halal supply chain.
Strategi-strategi di sektor perdagangan dan upaya untuk diversifikasi produk perlu difokuskan pada beberapa pasar tujuan potensial produk halal. Selain itu, peningkatan kualitas dan kuantitas produk yang didapatkan perlu juga untuk diperhatikan agar mampu meningkatkan ekspor produksi barang dan jasa halal Indonesia.
Bambang juga menilai, potensi segmen lain industri halal yang dapat dikembangkan oleh Indonesia adalah segmen pariwisata halal yang saat ini tengah populer dan menjadi fenomena di kalangan pelaku industri pariwisata. Pariwisata halal merupakan segmen yang terus berkembang secara global.
Sejak 2011, muslim traveler memiliki pengeluaran terbesar dunia pada sektor pariwisata, yang besarnya mencapai US$120 miliar pada 2015, di mana pertumbuhan wisatawan muslim meningkat hingga 6,3 persen. Pada saat yang sama, wisatawan Indonesia meningkat lebih tinggi dan mencapai pertumbuhan sebesar 10,3 persen.
Pengeluaran traveler muslim global ini cenderung terus meningkat, di mana tahun 2016 telah mencapai US$169 miliar, dan diperkirakan akan mencapai US$283 miliar pada 2022. Terkait dengan hal ini, data pariwisata global saat ini menunjukkan Indonesia menempati peringkat keempat sebagai turis muslim terbesar, yang pengeluarannya mencapai US$9,7 miliar, atau setara dengan Rp141 triliun, dengan total turis domestik sebesar 200 juta orang.
Sebagai negara kepulauan terbesar dengan lebih dari 17 ribu pulau, 300 suku, 746 bahasa dan dialek, serta lebih dari 800 ribu masjid, Indonesia berpotensi besar untuk terus berkontrbusi meningkatkan pendapatan negara melalui muslim friendly tourism.
Saat ini Indonesia telah masuk dalam kategori Top 5 destinasi pariwisata halal dunia. Dengan penerimaan devisa negara mencapai US$13 miliar, dan berkontribusi kepada Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) sebesar US$57,9 miliar.
Dalam hal ini, telah terjadi peningkatan kedatangan wisatawan Timur Tengah, di mana terjadi peningkatan sebesar 32 persen pada 2016. Pada 2020, sektor pariwisata diproyeksikan menjadi kontributor terbesar bagi penerimaan devisa negara.