Bea Cukai Akui Harga Rokok yang Mahal Tak Buat Konsumen Turun
- VIVAnews/ Pipiet Tri Noorastuti
VIVA – Direktur Jendral Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menegaskan, mahalnya harga rokok belum tentu beriringan dengan berkurangnya konsumsi rokok.
Hal itu disampaikannya dalam menyikapi hasil studi Komisi Nasional Pengendalian Tembakau dan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) yang menyatakan harga rokok yang tinggi dapat menjadi cara paling ampuh untuk memaksa masyarakat berhenti merokok. Harga yang ditawarkan adalah sebesar Rp70 ribu per bungkus.
Heru menjelaskan, tidak pastinya berkurang konsumsi masyarakat terhadap rokok dengan meninggikan harganya, dikarenakan masih banyaknya rokok ilegal di luar yang telah ditempeli pita cukai, sehingga berpotensi menggeser pola konsumsi rokok masyarakat dari yang telah diatur pemerintah ke pasar yang ilegal.
"Jangan sampai kemudian kita mengambil kesimpulan semakin tinggi (harga) maka semakin berkurang konsumsinya, belum tentu, karena itu bisa shifting kepada yang tidak pakai peta cukai," ucapnya ditemui di Gedung Ditjen Bea Cukai, Jakarta, Rabu, 18 Juli 2018.
Lebih lanjut, Heru menjelaskan, penetapan tarif rokok selama ini adalah dengan memperhatikan beberapa aspek, diantaranya aspek dari pihak-pihak yang concern terhadap kesehatan, pihak-pihak yang concern terhadap industri, pihak-pihak yang concern terhadap petani, baik petani tembakau ataupun petani cengkeh, aspek penerimaan, maupun aspek pengawasan.
"Dari lima inilah yang kemudian kita harus harmonisasikan sehingga menjadi satu titik temu di situ. Kalau misalnya kita hanya perhatikan satu aspek saja, misalnya harga yang kita ambil sangat esktrim itu (Rp70 ribu), maka pasti akan ada dampak kepada naiknya yang ilegal dan itu belum tentu bagus daripada kalau tidak harga segitu," paparnya.