Inalum Bantah Tudingan Keras Fuad Bawazier soal Freeport
- VIVA.co.id/Arrijal Rachman
VIVA – PT Inalum merespons tudingan bahwa HoA yang diteken dengan PT Freeport terlalu dibesar-besarkan seakan kepastian Freeport sudah menjadi milik Indonesia. Head of Corporate Communications Inalum, Rendy Witoelar mengatakan bahwa memang tahap yang paling berat sudah dilalui dalam perundingan Freeport.
"HoA milestone karena komponen terberat dalam negosiasi terkait harga dan struktur investasi itu sudah selesai. Karena yang paling berat sudah kita lalui maka tak ada salahnya ikut merayakan keberhasilan ini," kata Rendy dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) dengan topik "Divestasi Freeport: Untung atau Rugi?" di tvOne, Selasa 17 Juli 2018.
Menurutnya, setelah hal terberat tersebut bisa diselesaikan maka tahap-tahap selanjutnya akan lebih mudah diselesaikan. Inalum kata dia, tak mengurusi soal pencitraan yang dituding sejumlah pihak.
"Yang jelas dalam proses negosiasi ini komponen terberat sudah kita lalui. Dari situ sudah banyak kemajuan yang sudah dicapai. Memang akan ada proses selanjutnya namun kami optimistis dalam waktu secepat-cepatnya akan bisa kami selesaikan," kata Rendy lagi.
Namun hal tersebut menurut mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier terlalu dibesar-besarkan. Fuad mengatakan, pemerintah tak seharusnya mengeluarkan uang hingga US$3,85 miliar untuk membeli saham 51 persen. Pasalnya, setelah 2021 bisa dilakukan perundingan untuk mendapatkan Freeport dengan lebih mudah.
"Manajemennya ini kan sebenarnya yang paling alot, kalau deal yang sekarang ini saya menilainya sangat merugikan Indonesia jangan deviden yang akan diterima Indonesia enggak cukup bayar bunga dan cicilan utang Rp50an triliun," kata Fuad dalam kesempatan yang sama.
Namun Rendy membantah bahwa mengeluarkan uang US$3,85 miiliar untuk Freeport akan merugikan Indonesia. Dia lalu menjelaskan hitungan atas nilai Freeport dan keuntungan yang bisa diterima Indonesia setelah 2021.
"Grasberg adalah tambang emas terbesar di dunia dan tambang tembaga kedua terbesar di dunia. Kekayaan itu US$150 miliar atau sekitar Rp2000an triliun satu tahun APBN. Yang kita keluarkan US$3,85 dapat US$150 miliar dan setelah 2022 laba yang kita dapat net profit PTFI di atas US$2 miliar. Kalau kita keluarkan US$3,8 dengan laba US$2 milar lunas kan?" katanya.