BI Sebut Dampak Buruk Perang Dagang Ancam Sektor Keuangan
- REUTERS/Willy Kurniawan
VIVA – Bank Indonesia menilai, Indonesia perlu terus mencermati secara serius ancaman perang perdagangan Amerika Serikat dengan China yang saat ini bikin gejolak ekonomi global. Sebab, perang dangang bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, yang paling terasa adalah mempengaruhi penurunan volume perdagangan dunia.
"Karena perang perdagangan atau ketegangan antara kedua negara itu akan menurunkan ekspor dan impor. Dan juga pertumbuhan kedua negara itu kemudian akan merambat juga ke negara-negara lain," ucapnya saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin 9 Juli 2018.
Di samping itu dia juga mengungkapkan, pengaruh tersebut tidak hanya terjadi pada sektor perdagangan, namun bisa menyentuh sektor keuangan. Sebab, berpotensi meningkatkan sentimen negatif akibat ketidakpastian di pasar global, karena pelaku pasar keuangan juga memperhitungkan seluruh risiko yang ada dalam kondisi global.
"Dalam beberapa hal, adanya ketegangan kedua negara itu akan menimbulkan respons kebijakan moneter yang ada di AS dengan suku bunga lebih tinggi, risiko di pasar keuangan juga tinggi, dan itu membuat penarikan modal negara-negara berkembang termasuk Indonesia," paparnya.
Karena itu kata dia, banyak negara-negara saat ini melakukan antisipasi terhadap sentimen negatif global dengan menaikkan suku bunga acuannya. Agar memastikan pasar keuangannya berdaya saing.
"Termasuk yang kita lakukan kenaikan suku bunga acuan. Dalam konteks seperti ini strategi yang tepat adalah bagaimana kita di Indonesia memperkuat permintaan domestik. Dan juga mengendalikan bagaimana defisit transaksi berjalan dan mendorong arus masuk modal asing itu yang kita lakukan," ungkapnya.
Selain antisipasi melalui suku bunga acuan, lanjut Perry, Indonesia juga harus memastikan ketahanan ekonomi domestik kuat. Di samping itu juga mencari terobosan-terobosan baru untuk mendorong ekonomi, baik dari dalam maupun luar negeri.
"Caranya mendorong sektor pariwisata, mendorong eskpor-ekspor berdaya saing tinggi, mendorong juga produksi dalam negeri untuk substitusi impor. Termasuk merelaksasi LTV (Loan to Value), itu menyikapi dampak tadi, sehingga ini mendorong permintaan domestik dari sektor perumahan karenanya bisa mendorong permintaan dan pertumbuhan ekonomi," kata Perry.