Rupiah Terus Melemah, Pengusaha Makanan Ternak Bilang Sengsara
- ANTARA FOTO/Aji Styawan
VIVA – Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Ternak atau GPMT, Desianto Budi Utomo menilai, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang saat ini terus terjadi berpotensi menaikkan harga pakan ternak.
Dia menjelaskan, hal itu karena untuk bahan pakan ternak, 60 persennya bersumber dari impor. Hal ini, tentu akan mengerek kenaikan harga pakan bila nilai tukar rupiah terus meninggi.
"Kalau dari bahan pakan, 60 persen itu dari impor, by value. Misalnya suplemen, vitamin, antibiotik, feed suplemen, premix, semuanya impor, bungkil kedelai 100 persen impor. (Kalau secara volume) 30 persenan, soybean saja sekitar 25 persen. Ini pakan ayam, belum yang lain," ucapnya, saat ditemui di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu 4 Juli 2018.
Lebih lanjut, Desianto mengungkapkan, bila pelemahan nilai tukar rupiah terus berlanjut hingga akhir tahun, tidak dipungkiri kenaikan harga pakan bisa mencapai lima sampai enam persen.
Saat ini, dikatakannya, sudah naik sebesar Rp300, dengan harga yang di bandrol sebesar Rp7.000 per kilogram untuk harga pakan boiler dan Rp.6.000 sampai Rp.6.300 untuk harga layer.
"Naiknya sekitar lima sampai enam persen. Bisa naik lagi. Kemarin kan, seharusnya naik Rp 600, sekarang baru naik Rp300, mungkin naik Rp300 lagi sampai akhir tahun," ucapnya.
Dengan begitu, kata dia, agar kenaikan harga pakan tersebut tidak naik, pihaknya meminta agar permerintah mampu mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar di level psikologis Rp13.600.
"Mempertahankan nilai tukar rupiah ke dolar itu, sangat membantu sekali. Sekarang kan Rp14.300. Semakin rendah exchange rate-nya, semakin baik. Karena itu kan dari impor, impor berlaku dolar. Jadi, semakin dolar menguat, semakin sengsara industri ini," ungkap dia.