Cerita Baru Energi Terbarukan
- VIVA/Purna Karyanto
VIVA – Mungkin bagi generasi X (lahir tahun 1960 hingga awal 1980) masih ingat acara Bianglala TVRI. Ada di tahun 1980-an, sebuah acara yang bercerita tentang perkembangan teknologi baru dari berbagai belahan dunia.
Dalam satu episodenya, acara tersebut mengupas tentang energi baru yang ramah lingkungan. Pembangkit listrik tenaga angin di Eropa. Sejatinya, Indonesia ketika itu baru memiliki energi ramah lingkungan, yakni pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Tapi, bukan tentang acara jadul itu yang akan diceritakan. Tapi tentang sebuah energi baru terbarukan pembangkit listrik tenaga bayu (angin) (PLTB). Ya PLTB ini baru saja diresmikan Presiden Jokowi, yang disebut sebagai pembangkit tenaga angin komersial pertama di Indonesia. Lokasinya berada di Sidrap, Sulawesi Selatan, sekitar 3 jam perjalanan dari Makassar.
Listrik yang dihasilkan dari PLTB Sidrap inipun tak sedikit. Kata Menteri ESDM Ignasius Jonan, bisa melistriki 150 ribu rumah untuk daya 450 VA. Listrik dari PLTB Sidrap ini masuk ke dalam jaringan kelistrikan bukan hanya di Sulawesi Selatan saja. "Tapi juga di Sulawesi Tenggara dimana akan banyak industri yang menyerapnya," kata Jonan di Sidrap, Minggu, 1 Juli 2018.
Kisah proyek strategis nasional bukan abrakadbra. Menurut Erwin Jahja, Presiden Direktur PT Binatek Reka Energy perusahaan pengembang PLTB Sidrap, proyek ini direncanakan sejak tahun 2015. "Penandatangan proyek ini disaksikan juga oleh Presiden Jokowi," kata Erwin kepada VIVA.co.id.
Proyek ini menghabiskan investasi sekitar US$ 150 juta atau Rp2 triliun. Dimana pendanaannya, kata Erwin, sebanyak 75 persen melalui OPIC (Overseas Private Investment Corporation). "Sebuah BUMN milik departemen keuangan Amerika Serikat," kata Erwin. Setelah pendanaan didapat dibentuklah sebuah konsorsium dimana kepemilikan sahamnya sebanyak 95 persen milik UPC Renewables Asia dan 5 persennya milik PT Binatek.
PLTB ini memiliki 30 turbin dengan masing-masing pelat berkapasitas 2,5 MW. Model turbin tersebut adalah Gamesa Eolica Corporation G114 2,5 MW WTG pada menara baja setinggi 80 meter. Turbin yang digunakan adalah turbin angin kelas IIA dengan panjang baling-baling 57 meter.
"Untuk tiang turbinnya diproduksi di Indonesia, jadi sudah memenuhi TKDN 40 persen," kata Direktur PLN Sofyan Basir saat menjelaskan kepada Jokowi di acara peresmian.
Kata Sofyan, PLN membeli listrik dari PLTB ini sebesar US$11,3075 sen per kWh. Perjanjian jual beli tenaga listrik dilakukan pada 19 Agustus 2015 antara PT PLN dengan PT UPC Sidrap Bayu Energi. Menteri Jonan memperkirakan, dengan harga sebesar itu, return of investment (ROI) akan kembali dalam waktu sekitar 8 tahun.
Harus diakui bahwa harga listrik itu masih lebih mahal ketimbang PLTU Batu Bara yang berkisar pada US$5 sen - US$7 sen. Mahal memang, karena teknologi PLTB ini masih mahal. Namun dalam jangka panjang lebih murah.
Sebab, dalam operasionalnya hanya membutuhkan pegawai hanya 50 orang dan tidak perlu menyediakan bahan bakar seperti PLTU batubara. Ataupun membangun pelabuhan Jeti dan tempat penampungan batubara.
"Jadi tidak perlu setiap hari membakar batubara. Tapi nanti akan makin murah dan harga listriknya bisa bersaing," ujar Jokowi.
Jokowi menjanjikan, PLTB ini tidak hanya akan dikembangkan di Sulawesi. "Jawa bagian selatan banyak anginnya, bisa dikembangkan di sana," ucap Jokowi sembari mengungkapkan bahwa saat ini tengah dibangun PLTB Sidrap tahap dua.
Namun yang harus diapresiasi dari PLTB ini adalah energi baru terbarukan yang ramah lingkungan. Sehingga Indonesia punya cerita nyata baru tentang energi terbarukan, bukan sekedar hanya dilihat bisa dilihat dalam acara televisi. Dan karena bumi adalah titipan anak dan cucu kita.