BI: Transaksi Berjalan Negatif, Nilai Tukar Rawan Terkoreksi

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo.
Sumber :
  • Fikri Halim/VIVA.co.id

VIVA – Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo mengatakan, pelemahan nilai tukar mata uang terhadap dolar Amerika Serikat, sebetulnya tidak hanya terjadi kepada rupiah Indonesia. Negara-negara yang memiliki transaksi berjalan defisit, juga cenderung mengalami tekanan kepada nilai tukar mata uang.

"Memang negara yang transaksi berjalannya defisit, itu pasti akan tertekan," kata Agus di Komisi XI DPR RI, Selasa 22 Mei 2018.

Dia menguraikan neraca perdagangan Indonesia yang pada awalnya surplus US$1,1 miliar pada Maret 2018, justru defisit di April 2018 sebesar US$1,6 miliar. "Jadi, kalau ekspor lebih rendah dibanding impor itu akan cenderung melemah," katanya.

Dia menegaskan bahwa rupiah yang saat ini melemah masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Jika dibandingkan dari awal Mei hingga saat ini, depresiasi rupiah hanya berkisar 1,94 persen.

"Tapi kalau lihat Thailand, di periode yang sama 2,1 persen, Malaysia Ringgit 1,4 persen, India 2,5 persen, Turki 12 persen. Jadi, kami yang pingin respons bahwa rupiah It's okay, rupiah yang sekarang kalau kita lihat hari ini Rp14.180," ujarnya.

Sementara itu, jika dilihat dari awal tahun hingga 21 Mei 2018, dia mengatakan, rupiah terdepresiasi sebesar 4,53 persen. Namun, rupiah masih kuat, jika dibandingkan dengan India yang terdepresiasi 6,7 persen, Turki 20 persen, dan Brasil 12,8 persen.

Untuk itu, dia menegaskan bahwa jika ingin menguatkan rupiah, tugas ke depan Indonesia adalah harus bisa memperkuat ekonomi Indonesia secara fundamental.

"Jadi, bapak ibu kita harus dorong, Indonesia kembali jaya di ekspor dan jangan hanya ekspor bahan mentah. Kita tidak bisa hanya dengan marah-marah begitu, kemudian rupiah menjadi kuat begitu," katanya.

Opsi redenominasi

Agus juga mengungkapkan, opsi redenominasi juga bisa dipertimbangkan untuk kembali menguatkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS dan mata uang lainnya.

"Sekarang ini, Indonesia membuat rakyatnya resah. Kalau satu dolar kan lima digit rupiah. Rupiah itu kan 13.800 atau 14.200 lah. Itu kan lima digit. Jadi, Kalau misalnya ada depresiasi satu persen itu sudah 140 rupiah. Kalau di mata uang lain itu masih 0,0, karena kalau satu persen dari satu digit ya sedikit," ujarnya.

Untuk itu, dia menekankan, para dewan di DPR bisa mempertimbangkan opsi redenominasi untuk meningkatkan kekuatan rupiah.

"Jadi, kalau bapak ibu nanti bisa mendukung redenominasi mata uang. Itu bukan sanering, kalau sanering itu hanya dipotong, kalau redenominasi harganya juga harus diturunkan nominalnya juga harus diturunkan," tuturnya.