YLKI Berharap Kebijakan Ganjil Genap di Tol Cuma Sementara

Ganjil genap di tol Cikampek
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf

VIVA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, kebijakan ganjil genap yang diterapkan di jalan tol sejatinya hanya menjadi instrumen sementara.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, di banyak negara, instrumen kebijakan ganjil genap hanya untuk kebijakan sementara atau insidental. Ia mendorong pemerintah dapat mencari instrumen yang terbaik dan permanen.

"Saya ingin garis bawahi ganjil genap itu instrumen sementara. Kita harap kita dorong untuk bisa membuat instrumen permanen untuk ke Jakarta," kata Tulus di kantor Jasa Marga, Jakarta, Jumat 13 April 2018.

Ia mengakui, kebijakan ganjil genap di jalan tol Jakarta-Cikampek yang diterapkan oleh pemerintah belum lama ini hasilnya cukup positif.

"Secara umum bisa dimengerti penerapan ganjil genap melihat kemacetan masuk Jakarta. Kalau dibiarkan memang fungsi jalan tol akan berkurang, karena volumenya terlalu besar," ujarnya.

Menurutnya, dengan volume kepadatan lalu lintas pada jam-jam sibuk, Standar Pelayanan Minimum (SPM) jalan tol yang ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tidak tercapai. Jika SPM tidak terpenuhi, tentu pengelola jalan tol tidak bisa mengajukan kenaikan tarif.

"Kalau ganjil genap sukses harus mewujudkan ERP (Electronic Road Pricing) yang secara manajerial lebih efektif di titik-titik jalan tertentu," ujarnya.

Meski begitu, dengan adanya ganjil genap, BPTJ harus menyediakan transportasi umum yang memadai bagi konsumen. Dia juga mengakui kendaraan berat bisa memperlambat laju kendaraan di jalan tol. Seharusnya, menurut Tulus, kecepatan kendaraan di jalan tol mencapai angka 60 Km/Jam.

"Kadang-kadang yang truk setting di bawah itu dan mereka ada di jalur tengah atau lainnya," ujarnya.

Terakhir, Tulus menekankan jika angkutan umum seperti Light Rail Transit (LRT) sudah beroperasi, harus ada sistem pengendalian kendaraan pribadi secara permanen.

"Kalau tidak, maka sarana yang kita bangun dengan biaya mahal, utang pula, nanti enggak laku. Sayang sekali. Biar laku maka ada pengendalian kendaraan pribadi ke arah yang sama (pindah ke transportasi umum).” (mus)