Utang RI Tembus Rp4.000 Triliun, Kemenkeu: Masih Aman
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA – Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, kembali menegaskan, utang pemerintah yang mencapai Rp4.034 triliun masih dalam batas aman.
Hal itu didasarinya atas kemampuan pemerintah yang secara disiplin mengelola utang, sehingga tidak melampaui batas yang telah ditetapkan dalam undang-undang keuangan negara, di mana rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) tidak boleh lebih dari 60 persen.
"Total utang pemerintah tidak boleh lebih dari 60 persen. Fiscal responsibility rulling yang dari UU keuangan negara itu yang kita adopsi, sehingga utang pemerintah yang saat ini setara dengan 29,2 persen terhadap PDB masih aman, masih oke insya Allah," ujarnya di DPP Taruna Merah Putih, Kamis 12 April 2018.
Kedisiplinan pemerintah dan prinsip kehati-hatian itulah, menurutnya, yang membedakan pengelolaan utang pemerintah, dengan negara lain seperti Yunani ataupun Spanyol yang kolaps atau bangkrut karena utang.
"Dari 2003 sampai sekarang, APBN kita tidak pernah defisit melampaui batas. Namun celakanya negara-negara yang juga punya aturan ini (UU keuangan negara) di negara-negara Eropa, justru banyak di antara mereka yang tidak disiplin dengan aturan ini, maka mereka gagal seperti Yunani ataupun Spanyol," tegasnya.
Selain itu, kata dia, jika dibandingkan dengan negara-negara maju maupun berkembang yang lain, rasio utang pemerintah terhadap PDB yang sebesar 29,2 persen itu masih terbilang jauh lebih kecil.
"Yang paling ekstrem yang punya utang itu Jepang, rasionya terhadap PDB mencapai 239 persen. Jepang itu paling ekstrem. Kemudian AS, 107 persen total utangnya terhadap PDB. Inggris 78 persen. Jika dibandingkan dengan middle income country, Brasil 78 persen, India 79 persen, Vietnam 62 persen, serta Turki yang memang hampir sama seperti kita di kisaran 29 persen," ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Deputi III Kantor Staf Presiden Wahyu Widodo juga mengatakan utang pemerintah yang terus meningkat tersebut memang diperlukan untuk memajukan Indonesia. Karena, sebagai negara berkembang, harus memiliki kebijakan yang ekspansif untuk pembangunan, sehingga utang diperlukan untuk menutupi defisit.
"Kita harus diam, atau jalannya pelan, atau kita ekspansif. Lari lebih kencang dalam pembangunan. Kalau kita membangun tentu butuh modal, butuh capital. Dalam struktur APBN negara ada belanja ada pendapatan. Karena kita ekspansif, dan kemudian belanja kita lebih besar dari pendapatan, maka defisit. Nah ini kemudian yang ditutup pakai utang," tegasnya.
Karena itu, kata dia, dengan kebijakan ekspansif tersebut, maka utang memang tidak dapat dielakkan lagi, sehingga diperlukan agar perkembangan pembangunan negara bisa terus dilakukan, agar tidak terus stagnan bahkan tertinggal.
"Kebijakan anggaran ekspansif itu punya konsekuensi yakni defisit anggaran. Karena percepatan pembangunan itu membutuhkan anggaran yang lebih besar. Jadi itu jawaban kenapa kita utang. Kan malu kalau miskin terus," paparnya.