Industri dan Investasi yang Terancam Pengenaan Cukai Plastik
- Istimewa
VIVA – Pemerintah kembali mewacanakan pengenaan cukai untuk kantong belanja plastik pada tahun ini. Salah satu pertimbangannya adalah kantong belanja Plastik dianggap sebagai pencemar lingkungan.
Peredaran plastik pun dinilai harus dikendalikan, dengan cukai yang dikenakan kepada produsen yang pada akhirnya menjadi beban konsumen. Padahal, masalah utama isu sampah Plastik adalah manajemen sampah yang belum efektif dan budaya hidup bersih yang rendah, bukan disebabkan oleh material kantong belanja plastik sendiri.
Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengungkapkan, pengenaan cukai ini akan berdampak luas kepada industri Plastik yang terkait yang sebagian besar berupa industri kecil dan menengah. Dampak yang lebih buruk adalah, menurunnya minat investasi baru di industri plastik yang akan memengaruhi strategi pengembangan industri hulu dan menengah petrokimia.
Wakil Ketua Inaplas, Suhat Miyarso mengungkapkan, saat ini tumbuh banyak asosiasi, organisasi non profit dan organisasi swadaya masyarakat yang peduli terhadap lingkungan melalui usaha pembersihan lingkungan, pengumpulan, pemisahan, daur ulang, dan bank sampah.
Salah satu di antaranya adalah Manajemen Sampah Zero (Masaro) yang melengkapi usaha-usaha yang sudah dilakukan sebelumnya, sehingga bisa meningkat menjadi Industri Pengolahan Sampah yang mandiri dan menguntungkan.
"Produk yang dihasilkan industri pengolah sampah adalah bahan daur ulang berupa kertas, kaca, logam, bahan bakar minyak, bahan aspal plastik, pupuk organik, bahan pakan ternak, kompos dan lain-lain," ujar Suhat dikutip dari keterangan resminya, Rabu 28 Maret 2018.
Ilustrasi kantong plastik
Karena itu, di menilai, target penerimaan cukai kantong belanja plastik sebesar Rp500 miliar yang sangat kecil dibandingkan dengan dampak negatif yang ditimbulkan. Apalagi, kantong belanja plastik bekas sudah dapat ditangani dan tidak akan mencemari lingkungan sesuai penjelasan di atas.
"Untuk itu, kami meminta kepada pemerintah agar rencana pengenaan cukai kantong belanja plastik dapat dihapuskan dan diganti dengan pemberian dukungan kepada industri plastik, sehingga dapat memberikan PPN (pajak pertambahan nilai) dan PPH (pajak penghasilan) yang lebih besar daripada penerimaan cukai kantong belanja plastik," tambahnya.
Dia pun menyarankan, agar pemerintah memberikan dukungan dan fasilitas awal bagi tumbuhnya industri pengolahan sampah yang mandiri dan menguntungkan. Hal tersebut, merupakan solusi yang sama-sama menguntungkan semua pihak.
"Kami memerlukan bantuan untuk sosialisasi program, pendidikan budaya hidup bersih kepada masyarakat, bantuan alat dan permesinan sederhana untuk pemrosesan sampah, guna menumbuhkan industri pengolahan sampah di desa-desa atau di lingkungan pemukiman," tegasnya.
Dia pun, meminta para pengusaha anggota Inaplas, mengembangkan proyek seperti Masaro di daerah kerja masing-masing. Sehingga, bisa dicontoh oleh Badan Usaha Milik Desa setempat untuk mendirikan industri pengolah sampah.
"Cukai kantong belanja plastik bukanlah solusi untuk mewujudkan tujuan tersebut, tetapi justru akan menjadikan beban yang harus ditanggung oleh rakyat yang berujung pada kerugian bagi pembangunan Indonesia," tambahnya. (asp)