Kadin Ungkap Penyebab Ekspor Indonesia Kalah dari Malaysia
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
VIVA – Kamar Dagang dan Industri Indonesia membeberkan penyebab kinerja ekspor Indonesia, kalah dari negara tetangga. Hal itu di antaranya disebabkan ekspor hanya berfokus pada hal yang berbasis komoditas saja.
Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Roeslani, produk ekspor masih bergantung pada komoditas atau produk yang belum diolah.
Sementara negara lain seperti Malaysia, Thailand, atau negara lain yang sumber daya alamnya tak sekaya Indonesia, bisa lebih fokus menggenjot ekspor produk olahan industri.
Apalagi, sambung dia, pengaruh kondisi ekonomi global akan sangat rentan terhadap Indonesia yang mengandalkan ekspor berbasis komoditas.
"Begitu pertumbuhan dunia membaik, tumbuhnya juga lebih cepat. Tapi ini harus ada integrasi dari Kementerian terkait. Bagaimana cara kita mau dagang kalau barangnya enggak kompetitif," ujar Rosan di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat 2 Februari 2018
Selain itu, menurut Rosan, rendahnya nilai ekspor Indonesia, bisa juga disebabkan karena tidak banyak menjalin kesepakatan perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) dengan negara potensial.
"Contoh waktu saya balik dari Turki, CPO (Crude Palm Oil) kita US$360 juta (nilai ekspor) hanya dalam dua tahun turun US$60 juta. Nah, kenapa? Karena mereka pindah ke Malaysia. Karena Malaysia sudah menandatangani FTA dengan Turki," ujarnya.
Porsi perdagangan Indonesia, sambung dia, 80 persennya masih dikuasai komoditas. Untuk itu, Indonesia saat ini harus menguatkan industri manufaktur jika tidak ingin disalip negara lain.
Tak hanya itu, kendala lainnya menurut Rosan adalah Indonesia yang masih memiliki suku bunga yang tinggi sehingga sokongan modal untuk industri menjadi tidak se-kompetitif negara lain.
"Saya melihat apa yang disampaikan Presiden, wake up calling buat kita semua. Enggak cuma Kemendag tapi semua Kementerian terkait semua sisi harus diperbaiki," katanya.
"Kita harus coba tingkatkan manufaktur dengan mengurangi ketergantungan pada barang impor harus fokus ke industri apa yg dibangun dan kebijakan apa. PR-nya banyak, jadi tidak bisa dibangun dalam waktu singkat," ujar Rosan menambahkan.