SKK Migas Tarik Minat Negara Serumpun

Fasilitas produksi Petronas Petrochemical dan Terengganu Gas Terminal di Terengganu, Malaysia.
Sumber :
  • VIVA/Maryadi

VIVA – Industri minyak dan gas mungkin tak seindah dulu. Namun jika melihat komplek pengolahan minyak dan gas, di Kerteh, Trengganu, Malaysia milik Petronas sangatlah menjanjikan. Banyak produk turunan yang bisa dihasilkan dari fasilitas ini, mulai kebutuhan rumah tangga, BBM, otomotif, bahkan parfum.

Fasilitas terintegrasi yang dibangun di atas tanah 4.000 hektar itu memiliki fasilitas produksi petrokimia mulai dari hulu hingga ke hilir. Melalui pipanisasi,  minyak dan gas diambil dari dua sumur eksplorasi (rig) yang terletak di offshore (lepas pantai) laut utara Malaysia diolah. Mulai dari terminal gas dengan kapasitas 700 mmscfd (juta standar kaki kubik per hari) hingga  produksi bahan kimia dasar seperti amonia, benzene, butanol, etiline, glicol, dan propilene. Seharinya fasilitas ini juga mengolah 49 ribu barel minyak mentah per hari.

Eloklah jika Indonesia meminta Malaysia untuk berinvestasi lebih besar. "Sekalian promosi nih agar Petronas mau berinvestasi, sebab kami masih memiliki blok-blok yang menjanjikan" ujar Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sukandar.  Beberapa kali ini disampaikan Sukandar kepada pimpinan media yang ikut dalam kunjungan kerja ke Petronas di Kerteh, Trengganu, Malaysia, pada 24-26 Januari 2018 lalu.

Sukandar berharap agar Petronas untuk meningkatkan investasi di Indonesia, tidak hanya di hulu (upstream) tapi juga di hilir (downstream) terutama pada industri petrokimia. "Kami sangat welcome apalagi Malaysia adalah negara serumpun," ujar Sukandar.

Sejatinya, Petronas tidak hanya memiliki pabrik petrokimia di Trengganu saja. Sebab di Trengganu, hanya satu dari tiga komplek petrokimia yang dibangun Petronas. Selain Kertih, ada juga fasilitas sejenis di Gebeng, Pahang, untuk produksi antara lain metil tertiary butil eter (MTBE), n-butane, dan propilene. Petronas juga tengah membangun fasilitas yang tiga kali lebih besar dari Kerteh. Lokasinya berada di Pengerang, Johor. Pabrik petrokimia yang memproduksi polimer dan glicol itu akan beroperasi triwulan pertama 2019.

"Target kami menjadi produsen kimia berbasis gas terbesar di Asia Tenggara, serta produsen metanol terbesar di Asia Pasifik dan empat besar di dunia," ujar CEO Petronas Chemical Derivatives Sdn Bhd Zamri B Japar dalam paparannya.

Saat ini Petronas telah memiliki kapasitas total produksi petrokimia mencapai 12,7 juta ton per tahun yang dihasilkan dari 17 pabrik baik milik sendiri (delapan pabrik), maupun patungan (lima pabrik) dan kerja sama (empat pabrik).

Kunjungan kerja SKK Migas bersama pemimpin media dan KKKS ke Petronas di Kerteh, Trengganu, Malaysia, pada 24-26 Januari 2018 lalu.

Melihat keseriusan Petronas untuk menjadi pemain utama di industri petrokimia itulah, menjadi peluang bagi Indonesia. SKK Migas tidak membuang kesempatan untuk menawarkan investasi di Indonesia. "Sebab kami sedang mengembangkan produksi hingga 1.100 mmscfd," ujar Sukandar. Sukandar mengatakan, investasi petrokimia terintegrasi itu di Kalimantan Timur yang potensi gasnya masih berlimpah. Selain itu, Sukandar juga menawarkan blok yang ada daerah timur Indonesia, yakni Papua.

Namun Petronas sepertinya masih ingin konsentrasi untuk mengembangkan bisnis hulu-nya di Indonesia dan menjadikan Indonesia pasar produksi kimia BUMN Malaysia itu.  "Kami ingin fokus pada pertumbuhan bisnis upstream (hulu) di Indonesia," kata Country Head of Petronas Carigali Indonesia, Mohamad Zaini Md Nor.

Untuk yang di hulu, Zaini berharap SKK Migas memberi kesempatan Petronas untuk menggarap ladang migas yang bagus. "Kalau bisa yang di sana itu Pak Sukandar (sambil menunjuk ke arah peta), di Sumatera dan Jawa," ujar Zaini yang juga President PC Muriah Ltd ketika Sukandar juga menawarkan untuk eksplorasi blok migas di Papua yang ditinggalkan ConocoPhillips.

Penurunan Produksi di Blok Muria

Petronas dalam kesempatan itu juga menjelaskan mengenai penurunan produksi gas di Blok Muria. Sebab dalam rapat kerja antara Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Komisi VII DPR pekan lalu memutuskan untuk menginvestigasi penurunan produksi gas di Blok Petronas Muria.

Mohamad Zaini memahami terjadinya penurunan produksi. Kata dia, dalam industri eksplorasi migas tidaklah selalu tepat perhitungan hasil akhirnya. "Kita berharap prediksi akan menghasilkan sekian, namun tidak tercapai. Ini biasa terjadi," ujar Zaini.

Namun begitu, Petronas akan tetap mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan produksi gas di Blok Muria, yang terletak di Jawa Tengah itu. "Kami terus berkoordinasi dengan SKK Migas untuk ini," katanya.