MK Tolak Presidential Threshold Nol Persen
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro
VIVA - Mahkamah Konstitusi menolak uji materi pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Uji materi ini diajukan Partai Idaman, PPP dan Effendi Gazali. Dengan putusan ini, Raja Dangdut, Rhoma Irama, dan Yusril Ihza Mahedra tidak bisa maju sebagai calon Presiden pada Pemilu 2019 mendatang.
"Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 11 Januari 2018.
Arief mengungkapkan meski Majelis Hakim menolak, namun ada dua hakim konstitusi yang tetap menginginkan Presidential Threshold atau ambang batas itu tetap 0 persen atau tanpa adanya ambang, kedua hakim tersebut adalah, Saldi Isra, dan Suhartoyo.
Pasal 222 mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold partai politik atau gabungan partai politik harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014 lalu untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.
Majlis dalam keputusan penolakan ini mempertimbangkan pasal 222 Undang-Undang Pemilu tidak beralasan menurut hukum. Berdasarkan UUD 45, UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana telah telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70).
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076).
"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat Permohonan Pemohon sepanjang berkenaan dengan berkenaan dengan syarat perolehan suara Partai Politik untuk dapat mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 222 UU Pemilu adalah tidak beralasan menurut hukum," katanya.
Sebelumnya, dalam dalil yang diajukan, Partai Idaman di antaranya menilai pasal 222 tersebut sudah kedaluwarsa karena menggunakan hasil Pileg 2014 sebagai ambang batas Pilpres 2019. Partai Idaman juga menilai pasal tersebut tak relevan karena Pileg dan Pilpres 2019 digelar secara serentak.