Fenomena Setya Novanto di 2017
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro
VIVA - Sejumlah peristiwa politik terjadi sepanjang tahun ini. Namun, yang paling fenomenal di antara kejadian-kejadian tersebut, adalah kiprah politisi Partai Golkar Setya Novanto sebagai ketua DPR.
Kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) memaksanya untuk lengser dari jabatan ketua DPR untuk kedua kalinya. Jadilah dia menjadi orang pertama yang menduduki posisi itu dua kali dan jatuh dua kali, dalam waktu satu periode masa jabatan 2014-2019.
Novanto dilantik menjadi Ketua DPR untuk pertama kali pada Kamis 2 Oktober 2014. Saat itu, Novanto bersama empat Wakil Ketua DPR, yaitu Fadli Zon, Agus Hermanto, Fahri Hamzah, dan Taufik Kurniawan, merupakan calon-calon dari Koalisi Merah Putih.
Bulan-bulan setelah menjabat ketua DPR, tak ada hambatan berarti yang ditemui Setya Novanto. Sampai kemudian, rintangan nyata itu muncul.
Sudirman Said yang pada saat itu, 16 November 2015, menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, melaporkan seorang anggota DPR yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Belakangan diketahui bahwa anggota DPR itu adalah Setya Novanto.
Kasus ini kemudian bergulir dengan kencangnya. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), kemudian menindaklanjuti dan menggelar sidang perdana pada 23 November 2015. Novanto dituduh meminta 20 persen saham dari perusahaan milik Amerika Serikat tersebut.
Pada prosesnya, Novanto akhirnya mundur dari kursi ketua DPR pada 16 Desember 2015. Setelah itu, MKD menyatakan menutup kasus dugaan pelanggaran etik Novanto terkait dengan PT Freeport Indonesia tersebut. Tak lama setelah itu, Ade Komarudin dilantik menggantikan Setya Novanto pada 11 Januari 2016.
Tapi setelah itu, Novanto tak habis akal. Ia mengajukan uji materi terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK) MK mengabulkan permohonannya, sehingga rekaman pembicaraan Novanto dalam kasus "Papa Minta Saham" tak bisa dijadikan sebagai barang bukti untuk menjeratnya.
Setelah memenangi pemilihan Ketua Umum Partai Golkar di Bali pada 17 Mei 2016, Novanto kembali menjabat Ketua DPR. Dia dilantik untuk kedua kalinya dalam rapat paripurna pada 30 November 2016.
Selama beberapa bulan kemudian, Novanto kembali beraktivitas sebagai Ketua DPR. Sampai kemudian memasuki tahun 2017, kasus korupsi e-KTP mengemuka. Nama tokoh yang sebelumnya menjabat Ketua Umum Partai Golkar itu turut disebut-sebut.
Akhirnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Juli 2017, menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Namun, Novanto berhasil lolos setelah memenangkan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat 29 September 2017.
KPK lantas melakukan penyidikan baru dan pada Jumat 10 November 2017, dan lembaga tersebut menetapkan Novanto sebagai tersangka untuk kedua kalinya.
Status tersangka yang kedua ini tidak mampu dibendung oleh Novanto. Setelah sempat menolak penjemputan paksa dan terjadi insiden kecelakaan menabrak tiang listrik di daerah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, KPK akhirnya menahannya.
Penahanan tersebut segera berimbas pada posisi Novanto sebagai Ketua DPR. Pada Senin, 11 Desember 2017, Fadli Zon resmi menjadi pelaksana tugas ketua DPR. Dengan demikian, Novanto harus lengser dari posisi tersebut untuk kedua kalinya.
Sementara itu, posisi Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar pun berakhir. Pada awalnya, tugasnya diambil alih oleh Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham sebagai pelaksana tugas ketua umum.
Kemudian, pada Rabu 13 Desember 2017, rapat pleno Partai Golkar menunjuk Airlangga Hartarto sebagai ketua umum definitif, yang lantas dikukuhkan di Musyawarah Nasional Luar Biasa.
Saat ini, kasus hukum Novanto sudah masuk ke tahap persidangan. Sebelumnya, upaya praperadilannya yang kedua kandas. Dia terancam hukuman 20 tahun penjara.