Pengerahan Prajurit TNI Bertempur di Filipina Melanggar UU
- VIVA.co.id/Fajar Sodiq
VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin mengingatkan pemerintah Indonesia tidak bersikap reaktif dengan peluang yang dibuka Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, agar militer Indonesia bisa terlibat dalam operasi militer menggempur ISIS di Marawi, Filipina Selatan.
Hal ini dikarenakan pengiriman pasukan TNI untuk melakukan pertempuran di negara lain tidak diatur dalam peraturan dan Undang-Undang yang ada.
"Pertama, bila mengacu pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4, disebutkan: Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial," kata Hasanuddin melalui keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id, Selasa 4 Juli 2017.
Kemudian, masih dalam UUD 1945, Pasal 30 ayat 3 UUD 1945, dijelaskan bahwa TNI sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. "Makna yang terkandung, yakni TNI bertugas untuk mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan NKRI," ujarnya.
Kalaupun mau disinggung pada penjelasan soal wewenang TNI terkait dengan operasi militer selain perang (OMSP) sebagaimana yang termaktub dalam butir B ayat 6, yang menyebut TNI memiliki tugas untuk melaksanakan menciptakan perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri maka ada hal yang mesti diperhatikan.
"Salah satunya, pengiriman satgas TNI dalam operasi perdamaian di bawah bendera PBB, harus mendapatkan persetujuan dari DPR-RI, serta memperhatikan pertimbangan institusi lainnya yang terkait," paparnya.
Kedua, Pasal 10 ayat 3 butir d dalam UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahahan Negara, memang menyebut bahwa TNI dapat ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.
"Dalam penjelasannya, tugas TNI yang masuk dalam kategori operasi militer selain perang (OMSP) itu antara lain berupa bantuan kemanusiaan (civil misision). OMSP juga dilakukan berdasarkan permintaan atau perundang-undangan," ungkapnya.
Ketiga, bila merujuk pada UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI disebutkan dalam Pasal 7 ayat 1 bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
"Kemudian, kalau disinggung lagi pada ayat 2b butir ke-6, terkait dengan operasi militer selain perang adalah melaksanakan tugas perdamaian sesuai kebijakan politik luar negeri," ucapnya.
Menurut Politikus PDIP ini, bila mengacu pada tiga produk Undang-Undang di atas, maka sangat jelas bahwa pemerintah Indonesia tidak diperkenankan mengirim pasukan tempur. TNI hanya diizinkan melakukan penugasan dalam pasukan perdamaian di bawah bendera PBB.
Walaupun Indonesia memang terikat dalam komunitas bangsa-bangsa ASEAN, tetapi ASEAN juga bukan merupakan pakta pertahanan bersama. Jadi, Indonesia juga tidak punya dasar hukum untuk mengirim pasukan TNI ke negara-negara ASEAN termasuk Filipina.
"Bantuan Indonesia kepada Filipina dapat saja berupa bantuan seperti bantuan logistik, pelatihan militer, alat kesehatan, atau data intelijen lainnya yang diperlukan Angkatan Perang Filipina. Lagi pula, berdasarkan hukum Filipina, operasi militer yang melibatkan negara lain harus mendapatkan persetujuan dari unsur parlemen mereka," terang Hasanuddin.