Kebijakan Bebas Visa Harus Dihitung Lagi

Anggota Komisi I DPR Hanafi Rais.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Daru Waskita.

VIVA.co.id - Wakil Ketua Komisi I DPR, Hanafi Rais, mengatakan pemberian bebas visa dari pemerintah sebaiknya diberikan pada negara yang memiliki income percapita yang tinggi dan human development-nya bagus. Dengan demikian, negara yang dibebasvisakan tidak membuat kejahatan transnasional.

"Misalnya saja cyber crime, narkoba, atau jasa asusila," kata Hanafi dalam rapat panitia kerja bebas visa bersama perwakilan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 17 April 2017.

Menurutnya, kalau pemerintah memberikan bebas visa pada negara yang pemasukan per kapitanya tinggi, maka Indonesia akan lebih sedikit mendapatkan 'limbah' atau kerugian dari kebijakan tersebut. Sehingga pemerintah harus lebih selektif dalam menerapkan bebas visa.

"Kita harus hitung, kalau kita punya bebas bisa seperti ke Uni Eropa, dampaknya ke kita positif atau tidak. Kalau banyak turis kita yang ke sana, yang ke sini malah tak banyak, tak sesuai tujuan awal," kata Hanafi.

Ia menegaskan penentuan negara-negara yang disasar bebas visa merupakan hal yang penting. Sehingga bisa menguntungkan Indonesia. Misalnya menguntungkan dari segi perdagangan. Karena itu, kalau dianggap tak menguntungkan, ia menilai bebas visa di negara tertentu tak diperlukan.

Pemerintah era Jokowi telah meresmikan pembebasan visa bagi sejumlah negara untuk masuk ke Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari akun Instagram Kementerian Pariwisata (Kemenpar), 169 negara dari seluruh dunia bisa masuk ke Indonesia tanpa menggunakan visa.

Dengan diresmikan pembebasan visa bagi turis asing ke Indonesia, pemerintah berharap akan membuka peluang pariwisata Indonesia untuk lebih diminati lagi.

Pembebasan visa terhadap 169 negara tertuang pada Perpres nomor 21 tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan. Perpres ini ditandatangani Presiden Jokowi pada 2 Maret 2016 dan diundangkan pada 10 Maret 2016 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.

Bebas visa kunjungan ini diberikan untuk kunjungan selama 30 hari namun bukan untuk kegiatan jurnalistik. Selain itu, pemberlakuan ini tidak dapat diperpanjang masa berlakunya.

Namun dalam kenyataannya, sejumlah persoalan kemudian muncul. Banyak pelanggaran warga negara asing di wilayah NKRI, salah satunya adalah masuknya tenaga-tenaga kerja asing tanpa izin ke Indonesia. (ase)