Kisruh Kursi Pimpinan DPD Tambah Catatan Negatif
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA.co.id – Kisruh pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terus menjadi kritikan. Terpilihnya Oesman Sapta Odang alias Oso sebagai Ketua DPD secara aklamasi dalam paripurna dini hari tadi, memperlihatkan putusan Mahkamah Agung yang mestinya jadi dasar hukum namun tak dianggap.
Pengamat dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menekankan salah ketik MA hanya teknis dan tak membatalkan putusan bahwa masa pimpinan DPD tetap lima tahun, bukan 2,5 tahun.
"Anehnya lagi, DPD tetap nekat melanjutkan paripurna dan memilih pemimpin baru. Padahal, MA memutuskan membatalkan dan menyatakan Tatib DPD yang baru itu tidak dapat diberlakukan. Artinya, ketentuan mengenai masa jabatan 2,5 tahun, batal demi hukum. Tetapi DPD dengan sengaja melawan hukum, melawan putusan MA," kata Sebastian Salang saat dihubungi VIVA.co.id, Selasa, 4 April 2017.
Sebastian juga meragukan DPD di bawah kepemimpinan Oso tak menjamin lembaga senator tersebut bisa mendorong kinerja lebih baik. Ada beberapa alasan yang salah satunya masa kepemimpinan 2,5 tahun relatif singkat. Menurutnya, waktu singkat ini mustahil mendongkrak kinerja DPD yang minim.
"Legitimasi pimpinan baru sangat rapuh dan minim. Karena itu, dasar dan legitimasi untuk mendorong perubahan sangat lemah. Kemudian, pimpinan DPD ini lahir dari proses yang dipaksakan dan bertentangan dengan putusan MA," tuturnya.
Kemudian, ia juga menyoroti terpilihnya Oso membuat anggota DPD terpecah karena tak semua senator setuju. Apalagi Oso juga masih merangkap jabatan sebagai Wakil Ketua MPR dan Ketua Umum DPP Partai Hanura.
"Dengan demikian kinerja DPD semakin terperosok ke depannya. Catatan negatif terus bertambah. Selain itu pimpinan sulit melakukan konsolidasi agar DPD menjadi lembaga yang solid," katanya.
Salang menambahkan, kepercayaan publik kepada DPD bisa makin berkurang atau hilang sama sekali. Jika kepercayaan publik sudah tak ada, maka secara moral DPD tak diakui lagi keberadaannya.
Ia menekankan, sejak berdiri, DPD belum memiliki pencapaian prestasi yang terlihat sebagai lembaga negara.
"Apalagi sejak dibentuk pada tahun 2004, DPD belum pernah menunjukkan catatan prestasinya. Belum ada satu pun daerah yang secara terbuka menyatakan apresiasinya pada DPD karena aspirasi dan kepentingannya berhasil diperjuangkan," kata Salang.
Terkait upaya DPD yang ingin kewenangannya diperkuat, menurutnya, hal itu sebagai tantangan lembaga negara. Jika legitimasi Oso berhasil dalam pimpinan DPD, maka tantangan DPD sangat berat.
"Pendeknya, pimpinan baru menghadapi tantangan yang sangat berat. Baik dari internal maupun pihak eksternal. Apakah pimpinan baru mampu memperbaiki DPD atau justru menjadi alasan untuk membubarkan DPD. Kita lihat apa yang bakal terjadi dengan lembaga ini ke depannya," kata dia.
Dukungan untuk Oso
Meski menuai kritikan, terpilihnya Oso sebagai Ketua DPD juga mendapatkan dorongan, terutama dari kader Hanura. Anggota DPR yang juga Wakil Sekjen DPP Hanura Dadang Rusdiana mengatakan pengalaman dan integritas Oso diyakini akan meningkatkan kinerja DPD.
"Saya yakin pengalaman dan integritas Pak Oso dapat menata dan memperbaiki citra DPD," kata Dadang, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 4 April 2017.
Menurutnya, sosok Oso bisa diterima oleh banyak kalangan. Hal ini terbukti dengan terpilihnya Oso secara aklamasi.
"Terpilihnya beliau secara aklamasi menunjukan bahwa beliau adalah sosok yang dapat diterima berbagai pihak," ujar Dadang.
Dadang juga yakin, meski hanya menjabat selama 2,5 tahun, Oso punya kemampuan dalam melakukan komunikasi politik. Status Oso sebagai Ketua Umum DPP Hanura menjadi acuan.
"Tentunya beliau bisa melakukan komunikasi politik dengan berbagai pihak dalam rangka memperkuat peran DPD, yang selama ini berdasarkan UU MD3 tidak memiliki kewenangan yang kuat dalam legislasi, budgeting maupun pengawasan," kata Dadang. (ase)