Fahri Hamzah Tuding KPK-Polri dan Kejaksaan Cari Aman
- VIVA/Syaefullah
VIVA.co.id – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritisi nota kesepahaman atau MoU penanganan perkara korupsi antara Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Kepolisian dan Kejaksaan Agung. Menurutnya, KPK seharusnya lebih berani dalam pemberantasan tindak korupsi termasuk tegas menindak aparat penegak hukum.
"Kalau kita baca Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 itu, KPK itu harus berani mengambil inisiatif dalam seluruh upaya pemberantasan korupsi khususnya dalam membangun sistem yang baik," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 29 Maret 2017.
Fahri mengatakan, UU itu telah memperkuat KPK bahkan lebih kuat dari Presiden dalam soal pemberantasan korupsi. Hal itu dinilai berseberangan dengan MoU yang menurut Fahri ibarat "mengamankan" aparat penegak hukum lain.
"Semuanya enggak paham (saya) terutama KPK-nya. Ini sebenarnya orang kewalahan di lapangan, enggak ngerti bagaimana caranya supaya pemberantasan korupsi itu efektif. Jadi begitu aja, supaya enggak berbenturan," ujar Fahri.
Menurut Fahri, jika untuk menghargai kelembagaan yang seharusnya mempunyai "kekebalan" dalam konstitusi, maka yang tepat adalah anggota DPR, bukan aparat hukum.
"Justru anggota DPR itu yang harusnya enggak boleh sembarangan disentuh karena DPR itu regulator dan itu ada dalam konstitusi negara. Kalau aparat hukum itu tidak ada itu namanya semacam proteksi itu," kata Fahri.
Sebelumnya, tiga lembaga penegak hukum, Kepolisian, KPK dan Kejaksaan Agung telah menandatangani nota kesepahaman atau MoU masalah penanganan perkara tindak pidana korupsi. Nota kerja sama itu tertuang dalam surat nomor SPJ-97/01-55/03/2017, KEP-087/A/JA/03/2017 dan B/27/III/2017.
Nota kesepahaman ditandatangani Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Agus Rahadjo sebagai pihak pertama, Jaksa Agung M Prasetyo sebagai pihak kedua dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebagai pihak ketiga. Di dalamnya antara lain diatur soal prosedur pemeriksaan terhadap aparat dari tiga lembaga tersebut.