Fahri Hamzah Minta Maaf Ucapkan Kata 'Babu'
VIVA.co.id - Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Fahri Hamzah, menuliskan pernyataan yang mengundang kontroversi. Fahri menyebut ada anak bangsa yang mengemis menjadi babu, sementara di negeri sendiri orang dan pekerja asing justru merajalela.
Sejumlah pihak tidak terima dengan tulisan Fahri di Twitter @Fahrihamzah tersebut. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Migrant Care, melaporkan pria yang masih tercatat sebagai politikus Partai Keadilan Sejahtera itu ke Mahkamah Kehormatan Dewan.
Sebelum adanya pelaporan itu, Fahri sebenarnya sudah memberikan penjelasan. Ia menegaskan tidak bermaksud menghina profesi siapa pun.
"Tapi saya sedang bicara bagaimana negara dijebak untuk menjual hak rakyatnya ke pasar kapitalis. Lalu, semua mengalihkan perhatian. Seolah yang lebih penting adalah kasus makar atau tulisan di atas bendera," tulis Fahri di akun Twitternya itu, dikutip VIVA.co.id, Senin, 30 Januari 2017.
Fahri juga membeberkan soal teori "Bangsa Kuli" dari Bung Karno. Prosesnya, negara kapitalis merampas hasil alam, memeras tenaga kerja, jika melawan ditumpas dan akhirnya negeri ini menjadi pasar mereka.
"Saya percaya teori bangsa kuli dari Bung Karno dan saya tidak percaya penanaman modal seperti ini akan tulus. Investasi kaum kapitalis baru ini bahkan lebih primitif dari yang pernah ada. Jika dulu kapitalisme masih memberi kita kerja dan upah murah. Apa yang lebih primitif dari merampas kerja orang?" kata Fahri.
Fahri lantas mengutip buku "Economic Hitman" yang ditulis John Perkin. Buku itu menggambarkan bagaimana kapitalisme modern bekerja di Indonesia.
"Mereka memberi modal atau investasi tetapi barang dan jasa mereka yang adakan," kata Fahri.
Fahri menuturkan bahwa perempuan Indonesia tidak akan bekerja di negeri orang jika suami mereka bekerja atau ada pekerjaan di sini. Dia mengatakan semakin banyak pekerjaan kasar yang dirampas tenaga kerja asing maka semakin banyak perempuan yang suaminya nganggur.
"Maka istri mencari kerja dan terpaksa bekerja di negeri orang. Teman-teman LSM bahkan menyebutkan bahwa ini sudah bisa disebut sebagai perdagangan manusia," kata dia.
Fahri menambahkan bahwa kepergian mereka tidak disiapkan. Bahkan sebagian identitas dipalsukan dan banyak umur dipaksakan.
"Akibatnya mereka tidak siap bekerja. Lalu terjadilah apa yang paling menyakitkan," tuturnya.
Fahri menegaskan itulah konteks mengenai pernyataannya itu. Bukan soal menghina atau merendahkan. Meskipun demikian, dia tetap menyampaikan permintaan maaf.
"Tapi apapun, kita harus berhadapan. Kepada pemangku profesi yang merasa terhina saya minta maaf. Terima kasih," demikian Fahri.