Gerindra Kritik Rencana Pemerintah Revisi PP Minerba

Kegiatan di dalam smelter. (Ilustrasi)
Sumber :
  • Guardian

VIVA.co.id – Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra, Andre Rosiade menyatakan, rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, harus tetap mencerminkan keadilan. 

Revisi terhadap peraturan turunan dari Undang-undang Minerba itu disampaikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan. Revisi itu dinilai cenderung hanya mengakomodir kepentingan Freeport dan Newmont. 

Dua perusahaan yang diketahui izin ekspor konsentratnya akan habis pada akhir Januari 2017. Jika tidak ada Revisi PP sebelum PP 77 itu berakhir pada Desember 2016 ini, dua perusahaan itu otomatis tidak dapat melakukan ekspor konsentrat.

"Saat ini, memang ada penolakan dari Asosiasi Smelter. Anehnya, Asosiasi Smelter tersebut dipimpin oleh Sukhyar, mantan Dirjen Minerba yang tidak memiliki perusahaan smelter. Bahkan, Ketua Hariannya Vince Gohan juga tidak memiliki Smelter," kata Andre dalam keterangannya, Kamis 13 Oktober 2016.

Andre menduga, Asosiasi Smelter yang menolak revisi, membawa misi tertentu dan mewakili investor yang mayoritas adalah pengusaha asing dan bukan pengusaha nasional. Dengan kata lain, apa yang disampaikan Asosiasi Smelter tidak ubahnya membawa kepentingan asing. 

Andre mengatakan, jumlah smelter yang beroperasi saat ini, tercatat dari tujuh izin Smelter Bauksit, hanya smelter Antam dan Well Harvest Winning (WHW) yang sudah beroperasi. Selebihnya, justru tidak memiliki dana yang cukup untuk meneruskan pembangunan.

Dia mengakui, kebijakan relaksasi ekspor bauksit dan nikel ini akan membantu pemilik tambang yang ingin membangun smelter, untuk meneruskan pembangunan smelter yang terhenti sementara akibat kehabisan dana.

"Kebijakan relaksasi ekspor juga membantu penyerapan puluhan ribu tenaga kerja dan membantu ekonomi daerah yang menguntungkan ekonominya dari tambang, mengingat banyak daerah yang mati setelah ekspor mineral ditutup," jelasnya.

Selain itu, relaksasi ekspor mineral dapat membantu pemerintah pusat mendapatkan devisa hingga Rp40 triliun dan dari pajak, serta pemasukan lainnya, karena efek ganda ekonomi yang ditimbulkan.

Karena itu, revisi PP 77 sudah seharusnya diperuntukkan bagi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta nasional untuk melakukan ekspor mineral. Bukan sebaliknya, relaksasi diperuntukkan bagi Freeport dan Newmont.

"Saya curiga, Pak Luhut sebagai Plt (pelaksana tugas) mendapatkan informasi yang keliru dari staf khususnya, yang menyarankan untuk tidak membuka keran ekspor mineral untuk Antam dan swasta nasional. Ini kan, sama saja memberikan keuntungan, atau karpet merah bagi Freeport dan Newmont, sementara Antam sebagai BUMN dianaktirikan," kata dia.

Andre mendukung terhadap rencana revisi PP 77, dengan catatan, tetap mengedepankan kepentingan nasional dan berlandaskan azas keadilan, yaitu semua pemilik tambang yang komitmen membangun smelter, agar diizinkan mengekspor bahan tambang, khususnya BUMN seperti Antam.

Kepada Plt Menteri ESDM, ia meyakini sebagai Prajurit Sapta Marga, maka Menteri Luhut tetap memperjuangkan kepentingan nasional, bukan sebaliknya membela kepentingan asing. (asp)