Rawan Rusuh Sebabkan Penyelesaian Sengketa Pilkada Lambat
- VIVA.co.id/ Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Komisi Pemilihan Umum berharap berbagai sengketa Pemilihan Kepala Daerah di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung, bisa cepat selesai. Hal ini berkaca pada penundaan pilkada di lima daerah dalam pelaksanaan pilkada serentak pertama lalu, karena lamanya penyelesaiannya kasus di lembaga peradilan.
Menanggapi ini, Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Istiwibowo, mengatakan keinginan KPU itu cukup berat, terutama dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
"Kalau selama ini kan 21 hari, kemudian dengan Undang Undang Nomor 10 tahun 2016 dipersingkat lagi jadi 15 hari," kata Istiwibowo di gedung KPU RI, Jakarta, Kamis, 8 September 2016.
Dia sepakat perlu adanya regulasi baru sebagai payung hukum percepatan penyelesaian sengketa pilkada. Hal ini penting agar koordinasi antar lembaga bisa cepat dilakukan.
Namun, menurutnya, payung hukum sendiri nantinya harus melihat teknis di lapangan yang sering memengaruhi lambatnya proses penyelesaian sengketa. "Misalnya banyaknya perkara yang masuk tak seimbang dengan jumlah hakim." ujar Istiwibowo.
Selain itu, para penggugat sering kali memaksakan diri meski mengajukan gugatan di luar batas waktu yang ditentukan. Administrasi PT TUN seringkali mendapat tekanan, sehingga terpaksa menerima gugatan.
"Sengketa begini nuansa massanya besar. Kita takutkan terjadi anarki, sehingga kita butuh pengaman. Kita butuh bantuan dari aparat," ucapnya.
Istiwibowo mengeluhkan kurangnya pengamanan dalam proses penyelesaian sengketa pilkada, sehingga PT TUN mengambil langkah untuk berhati-hati dalam menangani perkara, akibatnya seringkali memperpanjang waktu.
"Kami butuh bantuan dari aparat. Tetapi di Dipa itu enggak ada. Dipa pengamanan sidang itu enggak ada, sehingga kami agak kesulitan," katanya. (ase)