Kontradiksi Aturan Cuti Kampanye dalam Dua Undang-Undang
- VIVA.co.id/Fajar Ginanjar Mukti
VIVA.co.id – Praktisi hukum Nyoman Rae mengatakan aturan cuti kampanye bagi petahana untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bertentangan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, dia berpendapat, aturan yang tertera dalam UU Nomor 10 Tahun 2016, dasar hukum Pilkada serentak 2017, juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, dalam gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan Pasal 70 ayat (3), yang mana ketentuan ditulis, bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945.
"Aturan tentang cuti itu bertentangan juga dengan undang-undang lain," ujar Nyoman dalam suatu acara diskusi di kawasan Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Minggu 4 September 2016.
Nyoman mengatakan, Pasal 79 UU Ketenagakerjaan menentukan cuti sebagai 'hak'. Sementara, UU Nomor 10 Tahun 2016 membuatnya menjadi kewajiban bagi petahana yang ingin kembali maju di Pilkada.
"Dengan mewajibkan, seolah petahana tidak ada pilihan lain (untuk tidak mengambil cuti). Karena itu berkaitan dengan pencalonan dirinya," ujar Nyoman.
Menurut Nyoman, berdasarkan analisis, aturan cuti kampanye kepala daerah petahana juga bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945. Pasal 27 mengatur segala warga negara bersamaan kedudukannya di mata hukum. Adanya kontradiksi antara makna cuti dalam UU Pilkada dan UU Ketenagakerjaan membuktikan amanat UUD tidak terlaksana.
Dengan adanya pertentangan-pertentangan aturan, Nyoman mengatakan, Ahok, sapaan akrab Basuki, mengambil langkah yang tepat dengan menggugat dasar hukum Pilkada serentak 2017.
"Uji materiil dilakukan dengan legal standing yang kuat," ujar Nyoman.
(ren)