Vaksin Palsu Dianggap Sama Saja Kejahatan Genosida

Salah satu contoh vaksin palsu milik Kementerian Kesehatan yang pernah ditemukan. Umumnya vaksin ini diganti label dan menggunakan botol bekas/Ilustrasi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Filzah Adini Lubis

VIVA.co.id – Anggota Komisi IX DPR RI, Roberth Rouw, mendesak polisi memberi sanksi tegas bagi pelaku dan penyebar vaksin palsu. Ia khawatir tnapa ada sanksi tegas dan pembiaran, vaksin palsu akan akan menghancurkan satu generasi seperti genosida.

"Saya minta agar pelaku-pelaku ini diberi hukuman seberat-beratnya serta diberlakukan pasal berlapis. Karena ini perbuatan yang sangat keji. Dan bila dibiarkan ini bisa terjadi genosida, artinya kita bisa kehilangan satu generasi," tegas Roberth saat dihubungi, Jumat 15 Juli 2016.

Politikus partai Gerindra ini mendesak Satgas Penanganan Vaksin Palsu dan BPOM agar segera menginstruksikan semua provinsi melakukan penelitian dan investigasi lebih mendalam terkait peredaran vaksin palsu.

"Ini harus tegas dan tuntas terhadap peredaran vaksin palsu. Sebab, saat ini vaksin palsu sudah tersebar di sembilan provinsi. Harus ada laporan dari 34 provinsi yan jelas," ungkapnya.

Roberth menambahkan Satgas Penanganan Vaksin Palsu Harus kembali memeriksa anak-anak yang telah melakukan vaksinasi di Rumah Sakit atau Fasyankes (Fasilitas dan Layanan Kesehatan) yang diduga menggunakan vaksin palsu. Ini demi kesehatan dana masa depan anak Indonesia.

"Selidiki masalah ini sampai tuntas. Kemenkes memiliki data lengkap anak-anak yang telah melakukan vaksinasi di rumah sakit, puskesmas, atau Fasyankes lainnya yang diduga menggunakan vaksin palsu. Periksa dan ambil sample anak-anak itu, jangan sampai anak-anak itu menjadi korban," ungkap Roberth.

Politikus asal Papua ini meminta kepada pemerintah untuk meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia atas kelalaian hingga peredaran vaksin palsu bis terjadi selama 13 tahun.

"Harus ada permohonan maaf dari pemerintah. Malah masyarakat tidak bisa dibiarkan begini saja. Ini negara. Siapa pun yang menjadi pemimpin harus bertanggung jawab," lanjut Roberth.

(ren)