Legislator Gerindra Usul Isbat Penentuan Lebaran Ditiadakan
- Danar Dono/ VIVA.co.id
VIVA.co.id - Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sodik Mudzahid, mengusulkan sidang isbat untuk penentuan awal Ramadan atau Idul Fitri ditiadakan. Alasannya, forum itu sering menjadi penyebab perbedaan umat Islam mengawali berpuasa atau memulai berlebaran.
Sodik mengakui penetapan hari-hari penting umat Islam memang perlu kehati-hatian sehingga harus diputuskan berdasarkan alasan yang kuat, di antaranya, perhitungan astronomis (hisab) dan pengamatan terhadap bulan (rukyatul hilal). Tetapi perbedaan metode dan cara pandang dalam sidang itu kerap memicu perbedaan, bahkan perselisihan.
"Memang benar untuk penetapan hari-hari penting tersebut perlu kehati-hatian. Akan tetapi ilmu pengetahuan dan teknologi modern bisa menengahi perbedaan itu," ujar Sodik saat dihubungi pada Senin, 4 Juli 2016.
Sodik berpendapat, kini banyak pakar astronomi muslim yang mempunyai kemampuan mumpuni untuk menyatukan perbedaan metode hisab maupun rukyatul hilal. Selain itu lembaga astronomi di Indonesia juga sudah sangat mumpuni.
"Maka umat Islam Indonesia sudah mampu menghitung secara akurat tibanya hari hari-hari raya Islam beberapa tahun sebelum jatuhnya hari penting tersebut," kata politikus Partai Gerindra itu.
Dengan demikian, saat sehari sebelum Lebaran, misalnya, Menteri Agama hanya mengingatkan dan mengukuhkan kembali tibanya hari itu tanpa harus melakukan sidang itsbat lagi.
"Dengan cara ini ada beberapa hikmah yang dapat diambil. Di antaranya umat Islam sudah mendapat kepastian jauh lebih awal tentang tibanya hari raya. Hal ini juga menghemat energi, terutama energi psikologis ketika berbeda pendapat dalam sidang itsbat tiap tahun," ujarnya.
Perbedaan metode
Perbedaan penentuan awal Ramadan atau pun Lebaran terjadi karena ketidaksamaan metode serta kriteria. NU, misal, menggunakan dua metode, yakni hisab (perhitungan astronomis) dan rukyat (pengamatan pada bulan sabit atau hilal). Muhammadiyah dan Persis menerapkan metode hisab saja.
Bagi NU, usia bulan sebenarnya telah dipastikan berdasarkan metode hisab. Tetapi, sesuai perintah Hadis, perhitungan berdasarkan hisab harus dibuktikan secara empiris, yakni melihat langsung penampakan Bulan. Sebab, Bulan bisa saja tak tampak karena terhalang, umpamanya, awan atau pun masih terlalu rendah untuk dapat diamati.
Muhammadiyah meyakini bahwa sesuai Hadis pula, awal Ramadan atau pun Lebaran cukup ditentukan berdasarkan hisab, tak perlu rukyat. Karena itu, Muhammadiyah selalu lebih awal memastikan memulai dan mengakhiri berpuasa.
Selain perbedaan penggunaan metode itu, ada pula perbedaan kriteria dalam imkanur rukyat atau mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal. Imkanur rukyat dimaksudkan untuk menjembatani metode rukyat dan metode hisab.