Kriteria Kader yang Disiapkan Golkar untuk Kabinet Jokowi

Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham.
Sumber :
  • Syaefullah/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Sekretaris Jenderal DPP Golkar, Idrus Marham, mengungkapkan pihaknya memiliki banyak sumber daya manusia (SDM) untuk bisa direkrut Presiden Joko Widodo dalam kabinetnya. Hal tersebut disampaikan Idrus dalam merespons isu reshuffle kabinet jilid II, yang semakin kencang berhembus. 

Kesiapan Golkar ini, kata Idrus, merupakan hasil dari Munaslub 14-17 Mei 2016 lalu, yang memutuskan bahwa parta berlambang pohon beringin ini mendukung pemerintahan Jokowi - Jusuf Kalla.

"SDM di Partai Golkar semua republik tahu kita punya kader banyak, tidak akan pernah kekurangan kita kalau ada tawaran seperti itu (menjadi menteri)," ujar Idrus, di Istana Negara, Jakarta, Selasa 24 Mei 2016.

Lebih lanjut menurutnya, bentuk dukungan kepada pemerintah sebenarnya sudah dimulai sejak rapat koordinasi 4 Januari 2016 lalu. Lalu diperkuat pada rapat pimpinan 23-25 Januari.

Sehingga, rentetan peristiwa itu kemudian dilegalkan pada saat Munaslub di Bali beberapa waktu lalu.

"Kepentingan Partai Golkar adalah reshuffle kabinet hak preogratif Presiden. Reshuffle memastikan efektifitas kerja kabinet. Oleh karena itu, kalau ditawari Partai Golkar berpandangan tetap istiqomah," kata Idrus.

Bagaimana kriterianya? >>>>>

***

Harus dari pengurus inti?

Idrus dalam hal ini mengatakan, kalau nanti ada kader golkar yang masuk kabinet, maka kader itu tidak harus melepas jabatannya di struktural partai.

"Lihat filosofi presiden, kerja kerja kerja. Fokus fokus fokus. Kalau ingin berhasil fokus. Apapun nantinya perlu fokus apakah pengurus atau tidak, perlu fokus," jelas Idrus, di Istana Negara, Jakarta, Selasa 23 Mei 2016.

Menurut dia, pada prinsipnya bukan lah persoalan rangkap jabatan atau tidak. Tapi, bagaimana kader itu bisa fokus ketika diberi kepercayaan pada posisi menteri.

"Itu soal teknis (rangkap jabatan). Perlu fokus, efektifitas produktifitas terjamin," katanya.

Seperti diketahui, di awal masa pemerintahan, Presiden Jokowi tidak menghendaki para menterinya untuk rangkap jabatan. Maka sejumlah menteri, yang awalnya menjadi ketua di partai masing-masing, memilih melepas jabatan itu.

(ren)