Golkar Dipandang Makin Solid Bila Masuk Kabinet Jokowi

Setya Novanto bersama Ade Komarudian saat Setya ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2016-2019.
Sumber :
  • ANTARA/Zabur Karuru

VIVA.co.id – Terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar memunculkan tiga analisis. Pertama menunjukan bahwa di tubuh Golkar  telah terjadi alih generasi, dari generasi yang lahir era 40-an ke generasi yang lahir era 50-an. Itu disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Studi Sosial Politik Indonesia, Ubedilah Badrun, menanggapi hasil Munaslub Golkar yang berlangsung sampai hari ini, Selasa 17 Mei 2016.

"Latar belakang era kelahiran dan yang menyertainya seperti situasi pendidikan, situasi sosial, ekonomi,  politik dan pengalaman memasuki Golkar dalam episode sejarah tertentu, memberi pengaruh pada model kepemimpinan sang Ketua Umum Golkar yang baru," kata Ubedilah saat dihubungi VIVA.co.id.

Novanto terpilih dengan tidak mendapatkan suara yang mutlak. Dengan kata lain masih banyak kader pemilik hak suara yang menyumbangkan suaranya pada kandidat calon ketua umum lain.

"Tentu ini PR besar Setya Novanto untuk mengelola Golkar dengan keragaman faksi di tubuh Golkar," ujar Ubedilah.

Terakhir, dengan mencermati hasil pemilihan tahap pertama, Ubedilah melohat potensi konflik antar faksi di tubuh Golkar masih cukup tinggi. Namun, katanya, Golkar nampaknya akan dengan mudah disatukan dengan langkah pragmatisnya untuk bergabung dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Saya mengamati kecenderunganya jika Golkar dapat dua kursi menteri pada reshuffle kabinet mendatang dan kedua menteri tersebut dari unsur faksi Setya Novanto dan faksi Ade Komarudin, nampaknya Golkar akan semakin solid," kata Ubedilah.

Novanto terpilih setelah mengoleksi suara terbanyak dalam pemilihan yang berlangsung dalam Munaslub tersebut. Dia bersama Ade Komarudin lolos untuk pemilihan putaran kedua. Namun, sebelum voting dilakukan, Ade Komarudin mengundurkan diri sehingga Novanto dinyatakan sebagai Ketum terpilih.

(ren)