Pengamat Sebut Draf RUU Tax Amnesty Rancu

Guru Besar Hukum Internasional pada Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana (kiri).
Sumber :
  • www.cdi.anu.edu.au

VIVA.co.id – Pakar Hubungan Internasional, Hikmahanto Juwana menilai, kalau para pembuat undang-undang (UU) tidak clear menjelaskan filosofi UU Tax Amnesty ,maka para penyusun draf juga tidak akan bisa menuangkan substansi isinya.

"Ini akan bermasalah waktu menjalankannya," kata Hikmahanto dalam rapat dengan Komisi XI DPR, di gedung DPR, Jakarta, Rabu 20 April 2016.

Ia mencontohkan untuk definisi pengampunan pajak dalam Rancangan UU Tax Amnesty. Dalam definisinya disebutkan Tax Amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terhutang.

"Bukan misalnya ada harta di luar negeri yang seharusnya dilaporkan. Ini malah yang seharusnya terhutang. Wah kalau saya jadi pengacara dari luar negeri dan sebagainya saya bisa mainkan nih kalimat-kalimat ini," kata Hikmahanto.

Ia mengatakan, para anggota DPR mungkin bukan yang menyusun kalimat dalam RUU. Tapi lebih pada menangkap aspirasi di masyarakat. Para penyusun draf ini yang harus menerjemahkannya ke dalam kalimat.

"Kalau kita buat kalimat hukum harus punya keterampilan khusus di bidangnya. Kalau ditanya satu minggu berapa hari, pasti akan dijawab 7 hari, tapi bapak ibu bermain dengan asumsi. Karena pertanyaan saya diasumsikan satu minggu berapa hari kalender. Tapi di pengadilan ngga boleh main asumsi. Ini yang dimaksud hari kalender atau kerja," ujarnya menjelaskan.

Menurutnya, yang terpenting para anggota DPR harus tahu lebih dulu filosofi Tax Amnesty. Ia menilai dalam RUU Tax Amnesty yang ia terima hanya terbatas pelanggaran bidang perpajakan.

"Padahal kalau di luar negeri sana, isunya uang-uang hasil korupsi dan sebagainya. Uang yang dari korupsi. Uang kejahatan. Ramainya di luar itu. Makanya saya datang ke sini kirain soal bagaimana uang korupsi jaman dulu, uang hasil pembobolan bank. Jangan sampai judul besarnya bagus tapi isinya ngga ada.”

(mus)