Operasi Militer Filipina Gagal, DPR Ingatkan Opsi Lainnya

Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq (kiri) dan Politikus Golkar, Priyo Budi Santoso
Sumber :
  • Antara/ Widodo S Jusuf

VIVA.co.id –  Ketua Komisi I, Mahfudz Siddiq, mengatakan tewasnya 18 orang militer Filipina dalam baku tembak dengan kelompok Abu Sayyaf tak berhubungan langsung dengan 10 sandera WNI oleh milisi Abu Sayyaf tersebut. Pasalnya baku tembak terjadi di pulau yang berbeda.

Namun demikian, Mahfudz menilai pemerintah perlu melihat kegagalan militer Filipina itu agar tak berharap banyak dengan pembebasan oleh otoritas setempat.

"Walaupun ini tidak mengenakkan kita tapi dalam prioritas kita terkait keselamatan mereka memang mau tidak mau. Jadi saya pikir kita harus mulai lebih realistis dan mempertimbangkan betul apa yang saya sebut sebagai opsi kemanusiaan dengan jalur komunikasi yang sudah dilakukan," kata Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Senin 11 April 2016.

Keselamatan WNI, kata Mahfudz, adalah prioritas. Oleh karena itu adanya opsi agar pihak ketiga yang dipertimbangkan untuk melakukan negosiasi dengan Abu Sayyaf adalah hal yang masuk akal. Selain itu Komisi I juga mendorong komunikasi Kementerian Luar Negeri dengan pihak Filipina agar semakin intensif, mengingat pihak Abu Sayyaf juga masih melakukan komunikasi dengan perusahaan yang mempekerjakan awak kapal Tugboat Brahma 12 itu.

"Dan kalau ada kesepakatan antara pihak penyandera dengan perusahaan, saya pikir menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan pendampingan, memfasilitasi dalam pembebasan 10 WNI," lanjutnya.

Mahfudz menilai bahwa usul terpidana teroris, Umar Patek, maju sebagai negosiator juga pantas dipertimbangkan pemerintah. Walaupun Politikus PKS ini mengatakan masih ada pihak-pihak selain Umar Patek yang diperkirakan bakal didengarkan oleh Abu Sayyaf.

"Ada yang lain, saya tidak perlu sebut. Tentu yang paling penting mana yang lebih efektif. Saya pikir karena pendekatan kemanusiaan ini kemudian menjadikan bantuannya sebagai pintu melakukan negosiasi yang lain," ujarnya.

Sementara selama ini pemerintah masih mematok hanya pada 2 opsi yaitu opsi pendekatan militer dan opsi negosiasi. Perkembangan terakhir, pihak Filipina memilih tak menerima bantuan militer Indonesia dan berupaya akan melakukan sendiri pembebasan terhadap para sandera.

"Dengan kasus gagalnya operasi militer tentara Filipina yang terakhir semakin membuktikan kalau militer Filipina aja tidak mampu, bagaimana kita bisa menjamin kalau misalnya pihak Indonesia di sana. Ini kan lebih berisiko lagi," kata dia. (one)