Pengamat: Konflik PPP Tak Selesai dengan Kehadiran Jokowi
Senin, 11 April 2016 - 11:12 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Fikri Halim
VIVA.co.id - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro menilai, Muktamar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang diklaim sebagai forum islah atau perdamaian tak serta-merta mengakhiri konflik internal di partai berlambang Kabah itu.
Baca Juga :
Kehadiran Presiden Joko Widodo dalam muktamar yang kemudian secara memilih aklamasi Romahurmuziy alias Romi sebagai Ketua Umum itu bukan legitimasi politik. Pasalnya, sumber masalahnya adalah sengketa hukum, bukan sengketa politik, sehingga kehadiran Presiden tak banyak memengaruhi upaya perdamaian.
“Masa depan PPP terletak di tangan pengurus atau elite PPP sendiri, bukan tergantung Jokowi atau sosok lain di luar partai,” kata Zuhro melalui keterangan tertulis kepada VIVA.co.id pada Senin, 11 April 2016.
Dia berpendapat, perselisihan kubu Romi dengan kubu Djan Faridz sebagai Ketua Umum PPP hasil Muktamar di Jakarta belum akan berakhir dalam waktu dekat. Djan telah menggugat pemerintah yang dianggap tak kunjung menyelesaikan persoalan legalitas sengketa PPP. Gugatan dilayangkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Proses hukum yang berlarut-larut itu juga berarti akan memperlama masa perselisihan kubu Romi dengan kubu Djan. “Kalau masih ada kubu yang masih memperkarakan secara hukum, maka islahnya belum final alias belum utuh,” katanya menambahkan.
Kepengurusan Djan, menurut Zuhro, memiliki dasar hukum yang relatif lebih kuat dibanding kubu Romi. Maka, kubu Djan relatif lebih kokoh manakala berurusan dengan legalitas.
Sebaliknya, kubu Romi memiliki dukungan politik yang lebih kuat daripada kubu Djan. Soalnya kubu Romi memiliki kecenderungan mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo, sehingga mendapatkan sokongan politik dari Menteri Hukum dan HAM.
"Meski PPP bergabung dan mendukung pemerintahan Jokowi, tak serta-merta menjamin kemenangannya dalam Pemilu tahun 2019 atau Pilkada serentak pada 2017,” ujarnya.
Selama ini PPP menjadi bagian dari pemerintah tetapi perolehan suaranya dari Pemilu ke Pemilu tak pernah meningkat signifikan, bahkan menurun. “Perolehan suaranya menengah saja dan tak mampu menembus tiga besar Parpol pemenang Pemilu."
(mus)