Paripurna Penutupan DPD Ricuh
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Rapat paripurna penutupan masa sidang Dewan Pimpinan Daerah (DPD) diwarnai dengan keributan. Keributan dipicu mengenai masalah perubahan tata tertib. Di mana salah satu poinnya terkait batas masa tugas pimpinan DPD yang awalnya 5 tahun menjadi 2,5 tahun.
Selain itu, dalam tata tertib yang baru, pimpinan hanya dibatasi dua periode. Laporan soal masa jabatan itu disampaikan Ketua Badan Kehormatan (BK) AM Fatwa, saat meminta pimpinan DPD, Irman Gusman, Farouk Muhammad, dan GKR Hemas untuk menandatangani.
"Tidak ada draf, yang ada adalah keputusan paripurna," kata AM Fatwa di ruang Nusantara V, Komplek DPR RI, Jakarta, Kamis 17 Maret 2016.
Fatwa kemudian mendatangi Pimpinan DPD untuk menandatangani keputusan tersebut. Namun pimpinan DPD menolak menandatangani.
Penolakan itu membuat anggota DPD lainya riuh meneriakkan berbagai kata, dan mendesak agar pimpinan DPD mau menandatangani keputusan tersebut. Sebagian anggota DPD juga terlihat menggebrak meja.
"Ini momen terakhir pimpinan untuk tanda tangan di muka sidang. Bila tidak, kita sulit memperhitungkan apa yang akan terjadi," tegas mantan Wakil Ketua MPR ini.
Melihat kondisi yang semakin riuh, Irman Gusman tetap menolak menandatangani tata tertib itu. Irman justru mengetuk palu menutup sidang secara sepihak, dan meninggalkan ruang sidang. Hal ini membuat 292 anggota DPD emosi.
Mereka mendatangi meja pimpinan dan mendudukinya. Anggota Komite I DPD, Kadek Arimbawa, menjelaskan yang menyebabkan pimpinan DPD menolak bukan masalah perubahan masa jabatan pimpinan 2,5 tahun.
Menurutnya, yang dipermasalahkan pimpinan DPD adalah masa jabatan yang tidak boleh dua kali berturut-turut.
"Saya incumbent dua periode. Yang saya inginkan keberanian seorang pimpinan untuk dobrak strategi politik di parlemen. Jalin hubungan dengan kakak kita di sebelah. Selama ini kita hanya sendiri-sendiri saja. Pencitraan sendiri," tegas Kadek. (one)