Iuran BPJS Naik, DPD RI: Rakyat Belum Nyaman
- VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id - Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menuai kontroversi. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meminta pemerintah membenahi terlebih dahulu semua fasilitas kesehatan yang ada di Indonesia, baru membahas kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan.
Menurut Wakil Ketua Komite III DPD RI, Fahira Idris, hampir semua yang dikeluhkan peserta BPJS Kesehatan adalah pelayanan dan fasilitas kesehatan (faskes), mulai dari Puskesmas hingga rumah sakit yang belum prima.
"Ini tugas pemerintah untuk segera memperbaikinya. Rakyat dibuat nyaman dulu jadi peserta BPJS Kesehatan, baru setelah itu pemerintah bicara kenaikan iuran," kata Fahira Idris di Senayan, Jakarta, Senin 14 Maret 2016.
Salah satu masalah yang kerap ditemukannya di lapangan adalah pemahaman kegawatdaruratan yang kerap bias antara rumah sakit dengan masyarakat. Ujung-ujungnya terjadi penolakan rumah sakit untuk merawat peserta BPJS Kesehatan.
"Standar kegawatdarutan itu harus jelas dan sama dipahami peserta dan rumah sakit. Peserta datang ke rumah sakit karena merasa penyakitnya sudah gawat, tapi oleh rumah sakit dianggap belum gawat. Kondisi ini yang sering membuat terjadi benturan antara rumah sakit dan pasien," ujarnya.
Selain itu, persoalan lain yang ditemukan di lapangan adalah adanya aturan yang mengharuskan peserta BPJS Kesehatan harus membawa rujukan dari Puskesmas jika ingin ke rumah sakit.
"Temuan saya di lapangan, banyak peserta BPJS Kesehatan yang mengeluh sakit terpaksa langsung ke rumah sakit pada malam hari karena Puskesmas yang jadi rujukannya tidak beroperasi 24 jam," kata dia.
Pemerintah secara resmi menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang berlaku untuk semua golongan, termasuk bagi masyarakat yang sudah terdaftar sebagai peserta mulai 1 April 2016 mendatang.