'Ekonomi Lagi Sulit Masa Buka Cabang di Mana-mana'
VIVA.co.id – Wacana untuk memekarkan 88 Daerah Otonomi Baru (DOB) dinilai harus ditinjau ulang. Alasannya, daripada memekarkan lagi, pemerintah lebih baik mengevaluasi daerah yang sudah lebih dulu dimekarkan.
Presiden Institut Otonomi Daerah (i-Otda) Djohermansyah Djohan mengaku telah berbicara dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengenai persoalan tersebut. Menurut dia, 88 usulan DOB mendasarkan pada Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004.
"Nah, sekarang sudah ada UU Pemda Nomor 23 Tahun 2014 yang mengatur sangat ketat pemekaran-pemekaran daerah. Bahkan, daerah yang sudah terbentuk dulu, 223 DOB bisa ditinjau kembali kalau kemampuannya tidak baik," kata Djohermansyah di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 1 Maret 2016.
Menurut dia, usulan DOB baru tentunya harus mengikuti UU Pemda yang terbaru. Selain itu, harus mempertimbangkan faktor lainnya, misalnya soal kemampuan keuangan negara yang tengah sulit.
"Istilah sekarang kalau ekonomi lagi sulit masa perusahaan buka ‘cabang’ di mana-mana," kata Djohermansyah.
Senada dengan Djohermansyah, Dewan Pakar i-Otda J Kristiadi, menilai banyak DOB yang tidak performance, mekipun tak disebut gagal. Berdasarkan fakta itu belum tentu ada hubungannya antara pemekaran dan kesejahteraan rakyat.
"Mungkin negara ini perlu dibantu dengan mengingatkan, terutama DPR yang sangat berhasrat untuk memekarkan, untuk moratorium dulu," kata Kristiadi.
Lalu, Dewan Pakar i-Otda, Siti Zuhro, menuturkan upaya otonomi daerah memang tidak boleh hanya sekadar memekarkan daerah. Karena, masih ada 122 daerah dengan status tertinggal yang nyaris permanen.
"Karena itu memang menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap DOB, yang lima atau tujuh terakhir dimekarkan itu seperti apa. Kalau memang ternyata banyak yang sebagian besar bermasalah, tidak seharusnya dan tidak sewajarnya pemerintah melakukan pemekaran daerah," kata Siti.