Menko Polhukam Sadar Revisi UU Terorisme Rawan Pro Kontra
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pemerintah akan melanjutkan rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Meski demikian, Luhut menyadari revisi tersebut bakal rawan pro dan kontra.
"Mengenai kewenangan aparat keamanan untuk melakukan penangkapan bila diduga ada indikasi kuat, akan ada kegiatan-kegiatan teror," ujarnya di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin, 18 Januari 2016.
Revisi itu akan difokuskan pada formulasi dan desain undang-undang yang memberi ruang bagi Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88) untuk menangkap pihak-pihak yang dinilai kuat terlibat terorisme dan akan melakukan aksi teror dalam waktu tertentu. Hal ini disebut Luhut sebagai antisipasi.
"Termasuk kewenangan penangkapan, penahanan sampai waktu tertentu bila diperlu keterangan-keterangan. Dengan demikian kita bisa lebih mencegah kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya menambahkan.
Luhut mengatakan, setidaknya dengan cara itu Densus 88 bisa meredam potensi terorisme hingga dipastikan tidak akan bisa terealisasi. "Memang ada sementara yang berpendapat itu tidak menyelesaikan masalah, tidak serta merta. Tapi paling tidak itu akan memperkuat intelijen dapatkan data untuk persempit ruang gerak dari upaya teror."
Luhut berharap, revisi tersebut akan rampung dalam tahun ini. Oleh karena itu tidak diperlukan aturan dalam bentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Tak hanya UU Pemberantasan Terorisme, Luhut juga mendukung adanya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen. Wacana revisi tersebut digulirkan oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso pascaledakan Bom Sarinah.
Revisi rencananya akan memuat soal penambahan kewenangan lembaga intelijen itu. Luhut sendiri menilai wajar jika penangkapan dan penahanan masuk dalam wewenang intelijen.
"Kita juga lagi melihat, berapa lama ketentuan umum. Itu makanya akan kami pertimbangkan. Kan kita lihat ketentuan umumnya, bisa menahan 10 hari kemudian bisa dilepas, ya kenapa tidak," kata Luhut.
(mus)