PKS 'Sewot' Rizal Ramli Bebaskan Visa untuk Israel
Selasa, 22 Desember 2015 - 09:01 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sukamta, menyayangkan keputusan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli yang membebaskan visa bagi warga negara Israel ke Indonesia.
Menurutnya, Indonesia tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel karena kolonisasi dan imperialisme rezim apartheid Israel.
"Juga termasuk dengan Taiwan, karena One-China Policy. Karenanya, bebas visa kunjungan singkat (BVKS) tidak bisa diberikan kepada Israel," ujar Sukamta dalam press rilis yang diterima VIVA.co.id, Selasa, 22 Desember 2015.
Sukamta menambahkan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 juga dijelaskan belum ada perubahan dari garis dasar politik luar negeri bebas aktif. Juga penentangan terhadap penjajahan di atas dunia sabagaimana pembukaan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945, lanjut dia, merupakan konstitusi yang harus diindahkan. "Tapi ini mengapa pemerintah memberi BVKS kepada negara penjajah seperti Israel? Apakah Menko Kemaritiman, Menteri Luar Negeri dan yang lainnya sudah konsultasi dan memikirkannya secara matang? Ini kebijakan yang ceroboh," kata Sukamta.
Dia menyesalkan sikap Rizal yang tidak selektif dalam pemberian BVKS tersebut. Menurutnya, penambahan 84 negara BVKS itu dianggap asal-asalan dan tidak mengedapankan prinsip kemanan serta manfaat.
"Saya curiga jangan-jangan memang target utama pemberian BVKS ya Israel itu, yang lain-lain untuk pengaburan saja. Padahal pemberian BVKS kepada Israel bisa menjadi langkah maju untuk pembukaan hubungan diplomatik," ucap Sukamta.
Menurutnya, negara yang masuk dalam daftar baru justru negara-negara terkategori rezim apartheid kolonial dan sponsor teror seperti Israel, juga negara bermasalah dengan narkoba, terorisme, penyelundupan / perdagangan manusia, serta kejahatan TOC lainnya. Pemerintah juga harus sadar, BVKS bukan obyek liberalisasi. (ase)
Baca Juga :
Menurutnya, Indonesia tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel karena kolonisasi dan imperialisme rezim apartheid Israel.
"Juga termasuk dengan Taiwan, karena One-China Policy. Karenanya, bebas visa kunjungan singkat (BVKS) tidak bisa diberikan kepada Israel," ujar Sukamta dalam press rilis yang diterima VIVA.co.id, Selasa, 22 Desember 2015.
Sukamta menambahkan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 juga dijelaskan belum ada perubahan dari garis dasar politik luar negeri bebas aktif. Juga penentangan terhadap penjajahan di atas dunia sabagaimana pembukaan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945, lanjut dia, merupakan konstitusi yang harus diindahkan. "Tapi ini mengapa pemerintah memberi BVKS kepada negara penjajah seperti Israel? Apakah Menko Kemaritiman, Menteri Luar Negeri dan yang lainnya sudah konsultasi dan memikirkannya secara matang? Ini kebijakan yang ceroboh," kata Sukamta.
Dia menyesalkan sikap Rizal yang tidak selektif dalam pemberian BVKS tersebut. Menurutnya, penambahan 84 negara BVKS itu dianggap asal-asalan dan tidak mengedapankan prinsip kemanan serta manfaat.
"Saya curiga jangan-jangan memang target utama pemberian BVKS ya Israel itu, yang lain-lain untuk pengaburan saja. Padahal pemberian BVKS kepada Israel bisa menjadi langkah maju untuk pembukaan hubungan diplomatik," ucap Sukamta.
Menurutnya, negara yang masuk dalam daftar baru justru negara-negara terkategori rezim apartheid kolonial dan sponsor teror seperti Israel, juga negara bermasalah dengan narkoba, terorisme, penyelundupan / perdagangan manusia, serta kejahatan TOC lainnya. Pemerintah juga harus sadar, BVKS bukan obyek liberalisasi. (ase)